Friday, February 27

Karakter Pesantren Beda-beda

Semalam saya ketemu sama Rusli. Dia saat ini menjadi pengasuh pesantren di Pandeglang. Namanya Ponpes Al-Ma'nawiyah. Letaknya di Saketi. Usia pondok belum genap setahun, terhitung sejak diresmikan oleh Dewan Pembinanya salah seorang pejabat di Deplu RI.

Kebetulan malam itu sedang bertamu di kediamannya di bilangan Bintaro. Sambil menunggu kedatangan tuan rumah, saya sempat mengobrol dengannya alias korek-korek informasi.

Aslinya bukan orang Pandeglang. Ia berasal dari Tasikmalaya, Singaparna. Mulai tahun akhir 1980-an sudah merantau ke Jawa Timur. Tujuannya mau belajar memperdalam ilmu agama di Pesantren-pesantren.

Baginya, belajar di Pesantren, khususnya yang berkarakter salaf, bisa bertahan sampai beberapa tahun. Demikianlah apa yang dialami sewaktu "nyantri" di Lirboyo Kediri. Dia belajar di sana selama 9 tahun. Beda dengan Tebu Ireng yang hanya tiga tahun. Padahal, menurut saya, kedua-duanya saat itu kan masih salaf. Lalu apa bedanya?

Menurutnya, Pesantren Lirboyo dapat bertahan dan maju karena figur dan sistemnya. Namun aspek figur terasa lebih kuat. Khawatirnya jika figur telah tiada, tidak diketahui bagaimana nasib pesantren nantinya. Sedangkan di Tebu Ireng, ia kagum terhadap pengorganisasian dan manajemen yang diterapkan oleh pesantren. Meski saat ini sekolah umumnya lebih besar dan maju daripada pesantrennya sendiri.

Di tempat yang berbeda tersebut, ia merasakan bedanya. Kalau di Lirboyo ia dituntut mempelajari suatu ilmu sampai dalam. Sehingga butuh waktu lama untuk menuntaskan satu ilmu atau khatam. Di sini figur biasanya lebih kuat berbicara dibanding pola dan sistematisasi dari materi-materi ajaran. Terlebih lagi melihat pesantren Tebu Ireng yang lambat laun mengakomodasi program-program pendidikan dari pemerintah.

Selain belajar di dua pesantren. Petualangan "nyantri" ia tutup di Pondok Gontor. Pesantren yang telah berumur 80 tahun lebih itu tetap eksis walaupun gonta-ganti pemerintahan. Eksistensi ini selalu terjaga karena konsisten terhadap kurikulum pesantren yang dipertahankan. Penilaian ini berdasarkan capaian-capaian para alumninya di luar. Meski secara matematis belum ada survei secara serius berapa prosentasi keberhasilan dan kegagalan para alumninya di sosial masyarakatnya.

Meski cuma delapan bulan tinggal di pesantren Gontor. sekilas ia dapat menilai, bahwa Gontor lebih melihat agama dalam konteks wawasan sosial kemasyarakatannya. Di pesantren tersebut santri-santri diajar ilmu-ilmu agama namun tidak sampai mendalam. Kalau boleh dapat dikatakan setengah-setengah atau cuma dasar-dasarnya saja. Aspek interaksi, pembentukan karakter dan aktivitas lebih dominan.

Oleh karena itu, bahasa Arab dan Inggris diwajibkan menjadi bahasa Ibu mengganti bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Ini dimaksud supaya dengan penguasaan kedua bahasa tadi dapat semakin memperluas wawasan ilmu di luar nantinya. Baik yang meneruskan studinya di Timur Tengah maupun yang ke Eropa atau Amerika atau yang berjuang langsung di masyarakast.

Begitulah perjalanan "nyantri" di beberapa pesantren besar di Jawa Timur. Masing-masing pesantren punya karakter berbeda. Ada kelebihan dan kekurangannya. Ia hanya berdoa semoga ilmu yang ia dapatkan dari ketiga pesantren itu dapat menginspirasi dirinya dalam mengasuh pesantrennya di Pandeglang yang santri/santriwatinya baru berjumlah 25 orang. Dalam benak saya, masih panjang perjalanan antum ustadz. Semoga ikhlas dan selalu tawakkal.

Ciputat, 27 Februari 2009

Friday, February 20

Krisis Global Mengancam Banten, Bagaimana Mengantisipasinya?

Krisis global melanda hampir di setiap belahan dunia. Tak terlepas Indonesia. Menurunnya daya beli masyarakat pada umumnya berdampak pada tingkat produksi. Khususnya berdampak langsung pada kehidupan karyawan dan buruh yang banyak dimiliki oleh Negara dunia ketiga. Sebab, mereka sangat tergantung dari penghasilan tempat mereka bekerja. Nampaknya pemerintah kembali harus tanggap dalam mengantisipasi banyaknya penggaguran karena korban PHK.

Seperti yang diberitakan oleh detik.com, pada awal tahun 2009 ini menurut (Disnakertrans) Banten, tercatat sebanyak 3.968 orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah itu tersebar di Kabupaten Serang 800 orang, Kota Cilegon 105 orang, di Kabupaten Tangerang sebanyak 2.800 orang, dan Kota Tangerang 263 orang. Data itu menyebut sebanyak 353 industri saat ini didera krisis global. Kalau lebih ditelusuri lagi datanya bisa jadi mencapai lebih dari 4.000 orang.

Sejak tahun akhir 2008 saja sudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan yang ada di Kota Serang, di mana salah satu perusahaan itu adalah perusahaan Textile, PT. Panca Plasa Textile, telah mem PHK terhadap 386 orang buruh.

Peta Wilayah Banten

Provinsi yang baru berdiri pada tahun 2000 ini mempunyai luas daerah : 8.561,2 Km2. Wilayahnya terdiri dari 4 Kabupaten (Pandeglang, Lebak, Tangerang & Serang) dan 4 Kota (Cilegon, Serang, Tangerang & Tangerang Selatan).

Memang kalau melihat dari potensi ekonomi di daerah Banten. Kontribusi tiga sektor terbesar ditempati oleh; Industri 48,4%, Perdagangan 19,7%, Pertanian 8,1%. Tentunya berbeda dengan potensi ekonomi di daerah lainnya. Sebagai contoh di Provinsi Bali, sektor perdagangan berada di urutan pertama (31,3 %) lalu disusul pertanian (20,8 %) dan jasa (13,8 %) – data dari BPS 2007. Namun berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja di Prov. Banten, Industri menyerap 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan (20,84%) dan transportasi/komunikasi 9,50%.

Data-data tersebut tentunya bisa menjadi dasar pijakan untuk mencari solusi bagaimana bisa terbebas dari krisis global. Karakteristik penduduk dan etos budaya juga menjadi pertimbangan penting. Sedangkan, kalau dilihat dari data di atas, menunjukkan Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Banten didominasi oleh sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertanian. Tentunya strategi pembangunan hendaknya mempertimbangkan potensi-potensi dari sektor-sektor ini.

Jumlah penduduk Banten pada tahun 2007 berjumlah 9.351.470 jiwa, dengan perbandingan 3.370.182 jiwa (36,04%) anak-anak, 240.742 jiwa (2,57%) lanjut usia, sisanya 5.740.546 jiwa berusia diantara 15 sampai 64 tahun. Bagaimana mengelola potensi orang pada masa produktif yang berjumlah kurang lebih 5 jutaaan? Perlu strategi perencanaan yang terukur dan realistis.

Melihat Kondisi Banten

Salah satu kondisi di daerah yang sama-sama dimaklumi adalah tingginya kesenjangan ekonomi antara wilayah utara dan selatan. Fakta menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk miskin di Banten bekerja dari sektor pertanian kecuali di Kota Tangerang, Kab Tangerang, dan Kota Cilegon. Semakin jauh dari pusat perkotaan semakin parah keadaan ekonominya.

Kesenjangan ekonomi ini tak terlepas dari kebijakan pemerataan pembangunan daerah dan akses pada sentra-sentra kegiatan industri dan bisnis. Mereka yang hidup di pedalaman mayoritas bertani atau usaha jasa yang ringan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tak ayal para pemuda-pemuda yang potensial lebih pindah ke pusat-pusat kota untuk mengadu nasib meskipun tanpa bekal yang cukup. Sehingga kampung mereka semakin sepi dan dinamika kegiatannya juga menurun. Tinggal usaha tani atau berkebun yang dinilai masih jauh dari kemapanan ekonomi. Malahan banyak yang lebih memilih menjadi pengangguran.

Tingginya tingkat pengangguran ini juga terkait dengan aksesibilitas dan pemberdayaan masyarakat yang dinilai kurang berhasil dilakukan oleh pemerintah. Tercapainya tingkat pengangguran dibawah 10% di utara dan selatan, masih jauh dari harapan. Belum lagi krisis global yang telah banyak memakan banyak jumlah korban PHK. Sudah tentu, semakin menambah angka pengangguran di awal tahun 2009 ini.

Langkah Yang Perlu Dilakukan Bersama

Mengantisipasi kejadian ini (PHK-red), perlu banyak alternatif langkah yang ditujukan bagi para korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Di antaranya adalah program transmigrasi, sebagaimana pemerintah yang canangkan melalui dinas-dinas terkait. Di dalamnya terdapat program padat karya dan memberdayakan Lembaga-Lemabaga Pendidikan Keahlian dan Keterampilan (LPK) yang ada di Kabupaten/ Kota.

Soal PHK adalah konsekuensi logis dari kebijakan perusahaan untuk mengurangi beban produksinya. Kalau melihat kondisi krisis global ini, nampaknya dampak dari krisis ini pada dunia usaha sulit dihindari. Umumnya para pengusaha kelas besar (yang punya karyawan ratusan dan ribuan) banyak melakukan efisiensi. Di luar dari pada itu, perlu juga diupayakan langkah-langkah pendampingan hukum bagi buruh sesuai amanat UU Nomor 13 tahun 2003, khususnya yang mengatur tatacara pelaksanaan PHK dan hubungan dengan hak pekerja.

Ke depan, apa yang bisa dilakukan saat ini, lebih prinsipil adalah memperbaiki dan menyiapkan SDM sesuai dengan tuntutan kebutuhan daerah. Dari langkah-langkah yang perlu diambil yakni perbaikan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan kejuruan, pengembangan sekolah-sekolah kewirausahaan, pengembangan UKM dengan karakteristik padat karya. Karena terbukti satu-satunya usaha yang tidak terkena imbas krisis ini adalah usaha kecil menengah. Secara jamak, usaha-usaha tersebut bergerak dalam bidang sektor riil sehingga tidak banyak terimbas secara langsung dengan gonjang-ganjing ekonomi di luar.

Dalam mengantisipasi dampak krisis global dan mengatasi potensi naiknya jumlah pengangguran. Perlu dilakukan upaya kerja sama antara perusahaan besar dengan UMKM dalam bentuk pola kemitraan strategis yang saling menguntungkan terutama dalam sektor pertanian, seperti sub peternakan dan sub pertanian. Kegiatan ini juga sekaligus dikaitkan dengan upaya pengendalian inflasi yang banyak bersumber dari kelompok bahan makanan. Misalnya;

  • Realisasi belanja modal pemda khususnya yang terkait dengan proyek padat karya dan upaya pemberdayaan masyarakat miskin (terutama masyarakat pedesaan/petani dan nelayan dapat lebih dipercepat, agar potensi penurunan pertumbuhan ekonomi dapat diminimalisir).
  • Pola pembiayaan usaha kepada UMKM antara lain melalui program penjaminan baik oleh provinsi maupun kabupaten kepada perbankan perlu juga menjadi prioritas terutama dikaitkan dengan program kemitraan.

Di masa sulit finansial seperti saat ini, yang mendapat pukulan langsung dari krisis global ini adalah para pengusaha industri. Guna membantu industri-industri yang banyak berdiri di Banten dan terkait dengan Permendag No.44/M-DAG/PER/10/2008 dan No. 52/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk tertentu mulai 1 Januari 2009, yaitu elektronik, alas kaki, garmen, makanan dan minuman, serta mainan anak, impornya akan diperketat hanya melalui 5 pelabuhan (Jakarta, Semarang, Surabaya, Makassar dan Medan), maka pihak berwenang di Banten dapat memonitor secara ketat maraknya impor illegal dan non standar dari luar negeri untuk melindungi industri.

Selain itu, Pemerintah Daerah segera membuka akses Banten Selatan sampai dengan jaringan perhubungan desa/kelurahan. Membangun SDM melalui pelayanan pendidikan/ketrampilan dan kesehatan dalam jangka menengah dan panjang untuk siap mengelola SDA dan kesiapan tenaga kerja yang berdaya saing.

Pelaksanaan otonomi daerah harus kreatif (berorientasi wirausaha) untuk menarik investor. Multiplier effect yang ditimbulkan dengan investasi akan membuka lapangan kerja baru. Ketertarikan investor untuk berinvestasi di daerah tergantung pada program dan kebijaksanaan pemerintah dan kemudahan perijinan tetap mempertimbangkan budaya lokal/kearifan lokal sebagai tata nilai dalam revitalisasi dan percepatan pembangunan Banten.

Di antara yang dapat dilakukan antara lain; Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Pembangunan Waduk Karian; Perkuatan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKM); Pengembangan Lembaga Keuangan Daerah yang mandiri.

Agenda ekonomi dan industri tersebut adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui pengembangan pertanian dan pariwisata, mewujudkan iklim investasi yang semakin sehat serta meningkatkan kapasitas dan daya saing industri sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan

Krisis keuangan global terasa dampaknya pada kinerja pada sektor–sektor yang berorientasi ekspor sehingga telah mengakibatkan :

· Pemutusan hubungan kerja. Jawa : 60 ribu TK, Sumatera : 455 ribu TK, Kali-Sulampua : 5,5 ribu TK.

· Terdapatnya unit usaha di daerah yang akan ditutup dan mengalami kebangkrutan.

· Munculnya ancaman sosial akibat turunnya pendapatan petani dan meningkatnya PHK berupa menurunnya kemampuan berkonsumsi, demotivasi (mental), putus sekolah bagi anak-anak petani, kriminalitas, dan terbengkelainya aset produktif petani.

· Potensi peningkatan NPLs sejalan dengan potensi memburuknya kinerja dunia usaha.

Beberapa Pemda telah melakukan koordinasi dalam membantu mengatasi dampak krisis global terhadap sektor riil di masing-masing daerah :

· Rencana membentuk lembaga pemasaran bersama antar kabupaten/kota (seperti yang telah dilakukan oleh Sumut).

· Pembentukan tim penanggulangan krisis daerah, khususnya sektor UMKM (di Babel), tim penetapan harga TBS Sawit (di Riau).

· Penggalangan program padat karya di tingkat Kabupaten/Kota (di Jabar dan Sumsel).

Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Tenaga Kerja Daerah

Daerah

Perkiraan PHK (Dirumahkan)

Sektor

Keterangan

SUMATERA

Sumatera Barat

Jambi

Sumatera Selatan

Riau

Sumatera Utara

39 ribu TK

2 ribu TK

400 ribu buruh lepas

13 ribu TK

1 ribu TK

(dirumahkan)

Perkebunan Sawit

Industri pengolahan sawit

Perkebunan sawit

Berbagai industri

Industri pengolahan sawit, karet

Pabrik pengolahan berhenti

JAWA

Jawa Barat

Jawa Tengah

DIY

Banten

Jakarta

Jawa Timur

15 ribu TK

3 ribu TK

1,1 ribu TK

2 ribu TK

18,3 ribu TK. Data resmi dari Disnaker Banten hanya sebesar 15,8 ribu

14,2 ribu TK

6,6 ribu TK

Industri TPT (3 perusahaan)

Industri elektronik, otomotif, dll

TPT

Industri Kerajinan tangan

Berbagai Industri

Berbagai sektor

Berhenti berproduksi

Produksi turun krn kalah bersaing

Kenaikan UMP, permintaan LN turun

KALI-SULAMPUA

Kalteng

Kaltim

Kalbar

Maluku

2,6 ribu TK

1,9 ribu TK

0,5 ribu TK

0,5 ribu TK

Beberapa sektor

Plywood

Kehutanan, tambang, industri

Di antara yang perlu dilakukan lainnya adalah mempercepat pembangunan ekonomi di kawasan pedesaan. Perlunya peningkatan kapasitas tenaga kerja di daerah pedesaan. Pemberian insentif bagi investor yang masuk di kawasan pedesaan. Berikut adalah daftar kawasan-kawasan andalan menjadi sektor unggulan.

Kawasan Andalan dengan Sektor Unggulan

Kawasan Bojonegara-Merak-Cilegon

Pengembangan industri pengolahan, pariwisata, pertanian,perikanan, pertambangan

Kawasan Andalan Laut Krakatau dan Sekitarnya

Pengembangan perikanan, pertambangan, pariwisata,

Kali ini, meningkatkan ekonomi dan membuka banyak peluang kerja bukanlah hanya tugas pemerintah saja dan terus menerus menggantungkan pada pihak pemerintah. Tugas pemerintah daerah berdasarkan UU. No. 32 Tahun 2004 adalah

  1. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat;
  2. Meningkatkan Pelayanan Publik;
  3. Meningkatkan Daya Saing daerah.

Yaitu Pasal 152 UU No. 32 Tahun 2004, mengamanatkan: Pemerintah Daerah wajib menyusun Perencanaan Pembangunan Daerah berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di samping perlu bantuan dari pemerintah. Masyarakat juga aktif dan partisipatif terhadap langkah-langkah pemberdayaan ekonomi yang bergulir. Kalau memang jalur birokratis masih saja menemui kesulitan, mengapa tidak mencoba untuk berusaha sendiri "berdiri di atas kaki sendiri". Prinsipnya, selama kita masih tergantung pada yang lain, kita belum cukup bebas untuk bergerak dan berprestasi. Coba dan perhatikan, niscaya kamu akan mengerti.

Pandeglang, 20 Februari 2009

* Makalah disampaikan pada acara talkshow di Radio Serang FM, 21 Februari 2009. Sehari sebelumnya juga acara serupa di Radio Nadafa FM di Pandeglang.

Krisis Global Mengancam Banten, Bagaimana Mengantisipasinya?

Krisis global melanda hampir di setiap belahan dunia. Tak terlepas Indonesia. Menurunnya daya beli masyarakat pada umumnya berdampak pada tingkat produksi. Khususnya berdampak langsung pada kehidupan karyawan dan buruh yang banyak dimiliki oleh Negara dunia ketiga. Sebab, mereka sangat tergantung dari penghasilan tempat mereka bekerja. Nampaknya pemerintah kembali harus tanggap dalam mengantisipasi banyaknya penggaguran karena korban PHK.

Seperti yang diberitakan oleh detik.com, pada awal tahun 2009 ini menurut (Disnakertrans) Banten, tercatat sebanyak 3.968 orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah itu tersebar di Kabupaten Serang 800 orang, Kota Cilegon 105 orang, di Kabupaten Tangerang sebanyak 2.800 orang, dan Kota Tangerang 263 orang. Data itu menyebut sebanyak 353 industri saat ini didera krisis global. Kalau lebih ditelusuri lagi datanya bisa jadi mencapai lebih dari 4.000 orang.

Sejak tahun akhir 2008 saja sudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan yang ada di Kota Serang, di mana salah satu perusahaan itu adalah perusahaan Textile, PT. Panca Plasa Textile, telah mem PHK terhadap 386 orang buruh.

Peta Wilayah Banten

Provinsi yang baru berdiri pada tahun 2000 ini mempunyai luas daerah : 8.561,2 Km2. Wilayahnya terdiri dari 4 Kabupaten (Pandeglang, Lebak, Tangerang & Serang) dan 4 Kota (Cilegon, Serang, Tangerang & Tangerang Selatan).

Memang kalau melihat dari potensi ekonomi di daerah Banten. Kontribusi tiga sektor terbesar ditempati oleh; Industri 48,4%, Perdagangan 19,7%, Pertanian 8,1%. Tentunya berbeda dengan potensi ekonomi di daerah lainnya. Sebagai contoh di Provinsi Bali, sektor perdagangan berada di urutan pertama (31,3 %) lalu disusul pertanian (20,8 %) dan jasa (13,8 %) – data dari BPS 2007. Namun berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja di Prov. Banten, Industri menyerap 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan (20,84%) dan transportasi/komunikasi 9,50%.

Data-data tersebut tentunya bisa menjadi dasar pijakan untuk mencari solusi bagaimana bisa terbebas dari krisis global. Karakteristik penduduk dan etos budaya juga menjadi pertimbangan penting. Sedangkan, kalau dilihat dari data di atas, menunjukkan Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Banten didominasi oleh sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertanian. Tentunya strategi pembangunan hendaknya mempertimbangkan potensi-potensi dari sektor-sektor ini.

Jumlah penduduk Banten pada tahun 2007 berjumlah 9.351.470 jiwa, dengan perbandingan 3.370.182 jiwa (36,04%) anak-anak, 240.742 jiwa (2,57%) lanjut usia, sisanya 5.740.546 jiwa berusia diantara 15 sampai 64 tahun. Bagaimana mengelola potensi orang pada masa produktif yang berjumlah kurang lebih 5 jutaaan? Perlu strategi perencanaan yang terukur dan realistis.

Melihat Kondisi Banten

Salah satu kondisi di daerah yang sama-sama dimaklumi adalah tingginya kesenjangan ekonomi antara wilayah utara dan selatan. Fakta menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk miskin di Banten bekerja dari sektor pertanian kecuali di Kota Tangerang, Kab Tangerang, dan Kota Cilegon. Semakin jauh dari pusat perkotaan semakin parah keadaan ekonominya.

Kesenjangan ekonomi ini tak terlepas dari kebijakan pemerataan pembangunan daerah dan akses pada sentra-sentra kegiatan industri dan bisnis. Mereka yang hidup di pedalaman mayoritas bertani atau usaha jasa yang ringan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tak ayal para pemuda-pemuda yang potensial lebih pindah ke pusat-pusat kota untuk mengadu nasib meskipun tanpa bekal yang cukup. Sehingga kampung mereka semakin sepi dan dinamika kegiatannya juga menurun. Tinggal usaha tani atau berkebun yang dinilai masih jauh dari kemapanan ekonomi. Malahan banyak yang lebih memilih menjadi pengangguran.

Tingginya tingkat pengangguran ini juga terkait dengan aksesibilitas dan pemberdayaan masyarakat yang dinilai kurang berhasil dilakukan oleh pemerintah. Tercapainya tingkat pengangguran dibawah 10% di utara dan selatan, masih jauh dari harapan. Belum lagi krisis global yang telah banyak memakan banyak jumlah korban PHK. Sudah tentu, semakin menambah angka pengangguran di awal tahun 2009 ini.

Langkah Yang Perlu Dilakukan Bersama

Mengantisipasi kejadian ini (PHK-red), perlu banyak alternatif langkah yang ditujukan bagi para korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Di antaranya adalah program transmigrasi, sebagaimana pemerintah yang canangkan melalui dinas-dinas terkait. Di dalamnya terdapat program padat karya dan memberdayakan Lembaga-Lemabaga Pendidikan Keahlian dan Keterampilan (LPK) yang ada di Kabupaten/ Kota.

Soal PHK adalah konsekuensi logis dari kebijakan perusahaan untuk mengurangi beban produksinya. Kalau melihat kondisi krisis global ini, nampaknya dampak dari krisis ini pada dunia usaha sulit dihindari. Umumnya para pengusaha kelas besar (yang punya karyawan ratusan dan ribuan) banyak melakukan efisiensi. Di luar dari pada itu, perlu juga diupayakan langkah-langkah pendampingan hukum bagi buruh sesuai amanat UU Nomor 13 tahun 2003, khususnya yang mengatur tatacara pelaksanaan PHK dan hubungan dengan hak pekerja.

Ke depan, apa yang bisa dilakukan saat ini, lebih prinsipil adalah memperbaiki dan menyiapkan SDM sesuai dengan tuntutan kebutuhan daerah. Dari langkah-langkah yang perlu diambil yakni perbaikan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan kejuruan, pengembangan sekolah-sekolah kewirausahaan, pengembangan UKM dengan karakteristik padat karya. Karena terbukti satu-satunya usaha yang tidak terkena imbas krisis ini adalah usaha kecil menengah. Secara jamak, usaha-usaha tersebut bergerak dalam bidang sektor riil sehingga tidak banyak terimbas secara langsung dengan gonjang-ganjing ekonomi di luar.

Dalam mengantisipasi dampak krisis global dan mengatasi potensi naiknya jumlah pengangguran. Perlu dilakukan upaya kerja sama antara perusahaan besar dengan UMKM dalam bentuk pola kemitraan strategis yang saling menguntungkan terutama dalam sektor pertanian, seperti sub peternakan dan sub pertanian. Kegiatan ini juga sekaligus dikaitkan dengan upaya pengendalian inflasi yang banyak bersumber dari kelompok bahan makanan. Misalnya;

  • Realisasi belanja modal pemda khususnya yang terkait dengan proyek padat karya dan upaya pemberdayaan masyarakat miskin (terutama masyarakat pedesaan/petani dan nelayan dapat lebih dipercepat, agar potensi penurunan pertumbuhan ekonomi dapat diminimalisir).
  • Pola pembiayaan usaha kepada UMKM antara lain melalui program penjaminan baik oleh provinsi maupun kabupaten kepada perbankan perlu juga menjadi prioritas terutama dikaitkan dengan program kemitraan.

Di masa sulit finansial seperti saat ini, yang mendapat pukulan langsung dari krisis global ini adalah para pengusaha industri. Guna membantu industri-industri yang banyak berdiri di Banten dan terkait dengan Permendag No.44/M-DAG/PER/10/2008 dan No. 52/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk tertentu mulai 1 Januari 2009, yaitu elektronik, alas kaki, garmen, makanan dan minuman, serta mainan anak, impornya akan diperketat hanya melalui 5 pelabuhan (Jakarta, Semarang, Surabaya, Makassar dan Medan), maka pihak berwenang di Banten dapat memonitor secara ketat maraknya impor illegal dan non standar dari luar negeri untuk melindungi industri.

Selain itu, Pemerintah Daerah segera membuka akses Banten Selatan sampai dengan jaringan perhubungan desa/kelurahan. Membangun SDM melalui pelayanan pendidikan/ketrampilan dan kesehatan dalam jangka menengah dan panjang untuk siap mengelola SDA dan kesiapan tenaga kerja yang berdaya saing.

Pelaksanaan otonomi daerah harus kreatif (berorientasi wirausaha) untuk menarik investor. Multiplier effect yang ditimbulkan dengan investasi akan membuka lapangan kerja baru. Ketertarikan investor untuk berinvestasi di daerah tergantung pada program dan kebijaksanaan pemerintah dan kemudahan perijinan tetap mempertimbangkan budaya lokal/kearifan lokal sebagai tata nilai dalam revitalisasi dan percepatan pembangunan Banten.

Di antara yang dapat dilakukan antara lain; Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Pembangunan Waduk Karian; Perkuatan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKM); Pengembangan Lembaga Keuangan Daerah yang mandiri.

Agenda ekonomi dan industri tersebut adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui pengembangan pertanian dan pariwisata, mewujudkan iklim investasi yang semakin sehat serta meningkatkan kapasitas dan daya saing industri sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan

Krisis keuangan global terasa dampaknya pada kinerja pada sektor–sektor yang berorientasi ekspor sehingga telah mengakibatkan :

· Pemutusan hubungan kerja. Jawa : 60 ribu TK, Sumatera : 455 ribu TK, Kali-Sulampua : 5,5 ribu TK.

· Terdapatnya unit usaha di daerah yang akan ditutup dan mengalami kebangkrutan.

· Munculnya ancaman sosial akibat turunnya pendapatan petani dan meningkatnya PHK berupa menurunnya kemampuan berkonsumsi, demotivasi (mental), putus sekolah bagi anak-anak petani, kriminalitas, dan terbengkelainya aset produktif petani.

· Potensi peningkatan NPLs sejalan dengan potensi memburuknya kinerja dunia usaha.

Beberapa Pemda telah melakukan koordinasi dalam membantu mengatasi dampak krisis global terhadap sektor riil di masing-masing daerah :

· Rencana membentuk lembaga pemasaran bersama antar kabupaten/kota (seperti yang telah dilakukan oleh Sumut).

· Pembentukan tim penanggulangan krisis daerah, khususnya sektor UMKM (di Babel), tim penetapan harga TBS Sawit (di Riau).

· Penggalangan program padat karya di tingkat Kabupaten/Kota (di Jabar dan Sumsel).

Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Tenaga Kerja Daerah

Daerah

Perkiraan PHK (Dirumahkan)

Sektor

Keterangan

SUMATERA

Sumatera Barat

Jambi

Sumatera Selatan

Riau

Sumatera Utara

39 ribu TK

2 ribu TK

400 ribu buruh lepas

13 ribu TK

1 ribu TK

(dirumahkan)

Perkebunan Sawit

Industri pengolahan sawit

Perkebunan sawit

Berbagai industri

Industri pengolahan sawit, karet

Pabrik pengolahan berhenti

JAWA

Jawa Barat

Jawa Tengah

DIY

Banten

Jakarta

Jawa Timur

15 ribu TK

3 ribu TK

1,1 ribu TK

2 ribu TK

18,3 ribu TK. Data resmi dari Disnaker Banten hanya sebesar 15,8 ribu

14,2 ribu TK

6,6 ribu TK

Industri TPT (3 perusahaan)

Industri elektronik, otomotif, dll

TPT

Industri Kerajinan tangan

Berbagai Industri

Berbagai sektor

Berhenti berproduksi

Produksi turun krn kalah bersaing

Kenaikan UMP, permintaan LN turun

KALI-SULAMPUA

Kalteng

Kaltim

Kalbar

Maluku

2,6 ribu TK

1,9 ribu TK

0,5 ribu TK

0,5 ribu TK

Beberapa sektor

Plywood

Kehutanan, tambang, industri

Di antara yang perlu dilakukan lainnya adalah mempercepat pembangunan ekonomi di kawasan pedesaan. Perlunya peningkatan kapasitas tenaga kerja di daerah pedesaan. Pemberian insentif bagi investor yang masuk di kawasan pedesaan. Berikut adalah daftar kawasan-kawasan andalan menjadi sektor unggulan.

Kawasan Andalan dengan Sektor Unggulan

Kawasan Bojonegara-Merak-Cilegon

Pengembangan industri pengolahan, pariwisata, pertanian,perikanan, pertambangan

Kawasan Andalan Laut Krakatau dan Sekitarnya

Pengembangan perikanan, pertambangan, pariwisata,

Kali ini, meningkatkan ekonomi dan membuka banyak peluang kerja bukanlah hanya tugas pemerintah saja dan terus menerus menggantungkan pada pihak pemerintah. Tugas pemerintah daerah berdasarkan UU. No. 32 Tahun 2004 adalah

  1. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat;
  2. Meningkatkan Pelayanan Publik;
  3. Meningkatkan Daya Saing daerah.

Yaitu Pasal 152 UU No. 32 Tahun 2004, mengamanatkan: Pemerintah Daerah wajib menyusun Perencanaan Pembangunan Daerah berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di samping perlu bantuan dari pemerintah. Masyarakat juga aktif dan partisipatif terhadap langkah-langkah pemberdayaan ekonomi yang bergulir. Kalau memang jalur birokratis masih saja menemui kesulitan, mengapa tidak mencoba untuk berusaha sendiri "berdiri di atas kaki sendiri". Prinsipnya, selama kita masih tergantung pada yang lain, kita belum cukup bebas untuk bergerak dan berprestasi. Coba dan perhatikan, niscaya kamu akan mengerti.

Pandeglang, 20 Februari 2009

* Makalah disampaikan pada acara talkshow di Radio Serang FM, 21 Februari 2009. Sehari sebelumnya juga acara serupa di Radio Nadafa FM di Pandeglang.