Thursday, September 6

Jalan jalan ke rangkasbitung


Catatan perjalan ke Rangkasbitung Lebak Banten
31 Agustus

Lebak adalah salah satu kabupaten di Provinsi Banten dengan tingkat
pendidikan paling rendah dibanding kabupaten lainnya.
Menurut data 2006 dari seorang praktisi pendidikan, hanya 3 %
orang dari usia belajar tingkat atas yang berkesempatan mendapat
pendidikan formal, baik di SMU maupun di Madrasah Aliyah atau
pesantren yang setara. Masalah ekonomi menjadi alasan utama.
Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga belum sepenuhnya
berjalan dengan baik.

Beberapa pesantren tradisional yang sudah puluhan tahun
berdiri menjadi alternatif pendidikan. Di samping biaya murah, mereka
juga tidak punya target terlalu muluk dalam bidang akademisnya.
Munculnya pesantren modern pada awal tahun 1990-an memberi
warna dan nuansa tersendiri buat pendidikan berbasis agama ini.
Namun toh keberadaan pesantren modern tidak lantas menjadi solusi
dari ketimpangan sosial yang terjadi pada dunia pendidikan. Selain untuk
menjawab beberapa tuntutan skill dan kemampuan akademis untuk
kepentingan pragmatis yaitu bekerja atau sebagai syarat untuk
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Fenomena antara pesantren salaf dan modern di Banten mampu
berintegrasi dengan munculnya sebuah forum bersama para kiai,
pimpinan pondok pesantren. Forum tersebut dinamakan FSPP,
singkatan dari Forum Silaturrahim Pondok Pesantren.

Ide tersebut berawal dari jalinan silaturrahim antara para
pimpinan pesantren modern yang notabene semuanya adalah
alumni Gontor. Ketika itu berjumlah 12 orang. Selain untuk
mempererat tali silaturrahim, dalam kesempatan tersebut juga
mendiskusikan hal-hal yang krusial mengenai berbagai masalah
terkait dengan lembaga pesantren modern yang mereka kelola.


Keakraban dan saling bantu membantu inilah yang membuat iri
para kiai pesantren salaf untuk ikut bergabung juga. Setelah
melihat fenomena lembaga pesantren modern yang dari tahun
ke tahun dapat maju pesat. Kalau tidak salah, menurut persepsi
mereka, dengan ikut bergabungnya bersama forum tersebut
pesantren mereka dapat bantuan baik dari kalangan pemerintah
maupun dari para dermawan. Nampaknya dalam hal ini mereka
belum begitu pengalaman alias kurang percaya diri. Bagaimana
membangun network, menjalin komunikasi dan hubungan dengan
pihak-pihak di luar, tidak menjadi prioritas di pesantren
salaf. Mereka lebih memprioritaskan santrinya, ngaji kitab, setoran
hafalan dan rutinitas lainnya.

Saat ini, kurang lebih 3000 pesantren di Provinsi Banten yang
tergabung di FSPP. Sebelumnya diberi nama FKPM, kepanjangan
dari Forum Komunikasi Pesantren Modern. Untuk menghilangkan
sentimen identitas antara "modern" dan "salaf" maka diubahlah
menjadi Forum Silaturrahim Pondok Pesantren.

Selain berfungsi sebagai ajang silaturrahim, anggota forum yang
terdiri dari pimpinan pesantren yang cukup berpengaruh di
masyarakatnya bergelar "kiai", mereka juga berfungsi dan
dapat difungsikan sebagai sarana konsolidasi dan komunikasi
antar umat Muslim dengan berbagai latarbelakang yang ada.
Pemerintah mendukung penuh keberadaan forum ini. Bahkan Pemerintah
Daerah memberi suplai dana disiapkan dari anggaran daerah,
untuk kepentingan forum ini dan menyedia-
kan kantor khusus untuk kegiatan kesekretariatan.


Peran dan fungsi forum ini sebagai ajang silaturrahim antara kiai
pondok pesantren, kurang lebih memberi kontribusi nyata bagi
ketenangan rakyat di Banten yang bagi mereka Kiai adalah
orang yang patut dihormati dan didengar di samping "jawara".
Bahkan ada juga kiai yang sekaligus juga jawara. Istilah jawara
dikenal baik oleh masyarakat sebagai seorang yang memiliki
kemampuan dalam olahkanuragan dan adu fisik.
Mereka punya kekuatan dan kemampuan lebih.


Para kiai pimpinan pesantren yang tergabung di dalamnya juga
berperan besar dalam masalah legislasi di daerah. Mereka
bergabung dengan unsur masyarakat lain dari tokoh masyarakat,
LSM, para akademisi, budayawan untuk menggodok suatu
undang-undang atau mengusulkannya. Meskipun hasil rumusan
dari undang-undang melewati proses panjang dan baru disahkan
tiga tahun kemudian. Itu tidak membuat semangat kendur justru
lebih untuk menggali lebih dalam lagi.

Menurut salah satu sumber, ada pengkategorian kiai yang
dilihat dari aspek sepak terjangnya. Mereka dikategorikan
menjadi 5 macam; ada Kiai Catur, Kiai Tandur, Kiai Tutur, Kiai
Bakul dan Kiai Ngawur. Pengertian Kiai Catur dipandang sebagai
seorang kiai dengan kapasitas penuh untuk mengatur luar dalam
pesantren. Mempunyai kemampuan dalam menerapkan strategi
dan siasat ke depan. Sedangkan Kiai Tandur bercirikhas sebagai
sesosok kiai yang hanya mengurusi santrinya dan berdiam diri
pesantren saja. Kerjanya hanya "nandur" santri. Kiai Tutur selain
memimpin pesantrennya, ia juga berdakwah di masyarakat dan
di birokrasi. Seorang kiai yang mempunyai kelebihan dalam
bidang enterpreneurship disebut dengan Kiai Bakul, selain
memimpin pesantren mereka juga punya usaha. Sedangkan yang
terakhir adalah "Kiai Ngawur" yang tidak diharapkan ada, karena
bisa menyesatkan umat.