Friday, December 19

PAMERAN MOTOR DI JCC




Sabtu malam, 13 Desember 2008, minggu lalu, saya diajak nonton pameran motor di Jakarta Convention Center. Katanya meriah acaranya. Segala macam merk motor ada. Apalagi pabrik-pabrik motor yang leading saat ini, Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Kanzen, dan Bajaj. Seluruh ruangan diisi display motor dari yang jadul sampai teranyar. Supaya lebih mentereng dan kelihatan mewah. Masing-masing stand ditongkrongin motor yang “naudzubilleh” harganye (kata orang Betawi). Seperti di stand Honda, ada motor yang dilabelin harga 315 juta, seharga dengan mobil Toyota Altis. Wooow….

Di Yamaha juga ada motor balapnya Rosi. Saya tidak hafal semua jenis-jenis motor balap. Selain motor-motor kelas kacang, dipajang juga MOGE (Motor Gede) buatan Yamaha. Tapi di antara semua yang dipajang, saya lebih suka sama motor yang namanya BM1 Yamaha yang ditaruh pas di pintu masuk. Bentuknya persis dengan motorku sekarang, Yamaha V-ixion, tapi lebih besar dan lebih mantab.


Dibanding sama yang lainnya di stand Yamaha, Yamaha V-ixion memang sedang jadi primadona. Maklum motor semi gede pertama yang Fuel Injection. Servisnya mudah banget. Di dealer, kemarin Senin, tinggal dicolok pake alat “diagnose tool”, terdeteksi deh seluruh mekaniknya mana yang lagi rusak atau tidak normal. Tiga hari yang lalu aku baca di suatu media massa, kalau Yamaha V-ixion mendapat penghargaan “Indonesian Motorcycle Of The Year” mengalahkan 6 finalis lainnya. Ketujuh kontestan yang terpilih yaitu bajaj Pulsar 200 DTS-i, Honda Beat, Honda Supra X125 PGM-FI, Honda Vario, Kawasaki Ninja 250 R, Suzuki Satria F150 and Yamaha V-IXION. Wuih selamat yaa…, berarti nggak salah pilih dong meskipun belum lunas…

Setiap stand pabrikan motor ditunggui sama yang namanya SPG-SPG (Sales Promotion Girl). Tujuannya jelas, selain melayani informasi seputar motor yang dijual, dengan style dan dandanan mereka diharap menarik sebanyak mungkin pengunjung untuk mampir ke standnya. Paling tidak bertanya-tanya soal motor pada saat itu bisa bagi-bagi brosur deh.


Selain stand-stand motor ada juga stand-stand untuk berbagai jenis helm, berbagai aksesoris buat motor, ban motor (Swallow), dan varian box untuk motor. Memang benar, meriah banget. Apalagi malam minggu. Banyak sekali pengunjungnya. Bahkan ada yang dari luar kota sengaja datang untuk melihat model-model motor. Beberapa orang juga ada yang pesan di tempat.


Dunia otomotif memang tidak ada matinya. Meski krisis ekonomi melanda, bisnis otomotif, khususnya motor, tetap saja demandnya tiap tahun meningkat. Lihat saja, kurang lebih ada 50 motor Kawasaki 250 cc berbodi gede, berjejer rapi di depan JCC. Mereka datang dari seluruh penjuru JABOTABEK yang khusus datang malam itu. Mereka tergabung dalam club motor bernama “Ninja Club”. Indonesia menjadi pasar yang empuk bagi produsen otomotif. Benar nggak, kira-kira begitulah…..banyak yang jual tanahnya asal bisa beli motor. Ada anak yang nekad minggat karena tidak dibelikan motor oleh orangtuanya. Gile nggak tuh….?

Ciputat, 19 Desember 2008

Friday, December 12

Citra Diknas Yang Naik Turun

Dua hari yang lalu saya mendapat undangan untuk hadir dalam acara FGD (Focus Group Discussion) yang diadakan oleh PIH (Pusat Informasi dan Humas Diknas). Pengadaan acaranya diatur oleh konsultan PIH tersebut yakni Strategi Aliansi Pendidikan. Acara dilaksanakan di Hotel Ambhara Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Acara dimaksudkan untuk menjaring masukan-masukan mengenai citra DIKNAS sampai saat ini.

Banyak sekali masukan-masukan. Kesempatan pertama disampaikan dari perwakilan Lembaga Pendidikan Ma'arif yang juga aktif di Komisi di DPR yang menangani pendidikan. Salah satu yang ia sampaikan bahwa pemerintah memang sudah banyak beriklan di media-media tapi kesemuanya hanya pendidikan formal saja. Sedangkan pendidikan non-formal tidak pernah. Sebagai penanggungjawab pendidikan di Indonesia harusnya berimbang dan adil dengan memperhatikan lembaga pendidikan swasta, baik lembaga pendidikan agama atau tidak. Menanggapi iklan Diknas yang mengangkat "sekolah gratis", beberapa sekolah swasta, khususnya dari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, kembali dibuat kecewa oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Karena iklan tersebut menyebut “Sekolah Gratis”, sungguh tidak tepat dan terkesan dibuat-buat. Nuansa politiknya kelihatan sekali. Lebih baik jika disampaikan “Sekolah Dibiayai Oleh Negara”. Dengan demikian anak-anak penerima biaya tersebut merasa bertanggungjawab dan mereka merasa berhutang budi pada negara. Apalagi komitmen pemerintah akan mengalokasikan dana 20 % dari APBN untuk pendidikan. Jadi, jangan sampai dengan iklan tersebut berdampak dan ditangkap tidak baik oleh masyarakat luas.

Selain itu, beberapa pesan yang disampaikan melalui media dan lainnya terkesan masih belum tepat sasaran. Penyampaian informasi dan public relation Diknas yang dinakhodai oleh Pusat Informasi dan Humas Diknas dinilai belum maksimal. Masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan. Karena isyu yang ditanganinya adalah isyu mendasar dan pokok yaitu isyu pendidikan. Yang oleh sebagian besar negara maju, kemajuan atau kemunduran pendidikan mereka gunakan sebagai nilai indikator kemajuan suatu bangsa. Berbagai masalah mulai dari pemerataan informasi, Data information system, pelayanan publik, sosialisasi undang-undang dan peraturan dari tingkat pusat ke daerah-daerah, dan seterusnya, adalah seabrek tugas yang harus ditangani secara serius. Ini berkaitan dengan citra Diknas yang selama ini ditengarai masih sangat jauh dari harapan.

FGD terbatas tersebut dihadiri beberapa undangan dari akar rumput baik dari praktisi pendidikan maupun sampai pada LSM Pemerhati Pendidikan. Di antaranya yang hadir saat itu; utusan dari HMI, KOHATI, KAHMI, PII, Pusat Kajian Pendidikan Paramadina, Pejabat Depkominfo, PP PGRI, Pemrov DKI, PAGON, DPR yang membidangi komisi Pendidikan, dan dari Diknas sendiri. Acara tersebut sebenarnya ingin menjaring masukan tentang tata kelola informasi pendidikan oleh Diknas. Bagaimana publik melihat Diknas, bagaimana institusi Diknas mengelola informasi, itu kurang lebih pertanyaan mendasarnya.

Pada kesempatan itu saya sempat menyampaikan lemahnya system data informasi yang dimiliki oleh Diknas. Sehingga para pelajar, mahasiswa atau akademisi agak kesulitan mencari informasi berkaitan tentang pendidikan dan regulasinya. Pada saat yang sama, pemerataan informasi di beberapa daerah juga tidak optimal. Sehingga apa saja yang sudah ditetapkan menjadi peraturan dan undang-undang, Diknas yang di daerah tidak tahu bahkan terkesan tidak mau tahu. Mereka masih berpegang pada aturan-aturan lama.

Terkait dengan pelayanan informasi mengenai Diknas, Undang-undang No. 14 2008 mengenai keterbukaan dan informasi Publik perlu dicermati dan dikaji kembali. Bagaimana sebagai lembaga pelayanan publik, harapan rakyat adalah dapat cepat dan tepat. Hubungan komunikasi dan informasi antara Dinas Pendidikan Daerah atau Wilayah harus clear dengan pusat, karena ini adalah lembaga pelayanan publik. Terkesan beberapa Kanwil Diknas tidak mau tahu terhadap keputusan dan kebijakan Pusat, atau malah sebaliknya, mereka belum mendapat informasinya.

Pada paruh akhir diskusi Pak Abbas (Mahasiswa program doctoral bidang Public Relation di Columbia Amerika) memberi konklusi menarik. bahwa, pokok persoalannya adalah bagaimana Diknas ini mengorganizing dan memanaging sebuah sistim informasi dengan baik. Bila sudah mampu melakukannya akan tercipta suatu image building yang bagus buat Diknas. Sedangkan mengenai level kepentingan politik yang terkait dengan institusi ini, sejak dulu yang namanya lembaga pelayanan public tidak bisa terlepas dari isu politik dan ekonomi. Tinggal bagaimana dapat mengorganisir dan memenejnya dengan baik untuk kemaslahan yang lebih luas bukan kepentingan suatu kelompok. Atas dasar itu, perlu membutuhkan langkah-langkah yang lebih strategis; pertama, apa yang perlu dilakukan saat ini adalah re-engaging (menyatukan kembali) dari berbagai macam kebijakan system yang berlaku perlu dipadukan kembali dan disusun dengan baik berikut dengan masukan-masukan dari pihak luar. Kedua, perlunya menumbuhkan organisasi dan manajemen yang sehat mengenai siapa dan apa yang dipublikasikan. Karena mempublikasikan sesuatu tidak bisa lepas dari behavior dari yang dipublikasikan. Oleh karena itu, keadaan dan kondisi Kantor Diknas mengomunikasikan image-nya, hal ini serupa dengan istilah yang disebut dengan Corporate Culture. Ketiga, perlunya kembali mengkaji setiap pesan yang akan disampaikan ke publik. Pesan tersebut tidak bisa dilepas begitu saja, tapi perlu dinegosiasikan kembali makna dari pesan itu. Karena di masyarakat akan banyak penafsiran-penafsiran atas pesan tersebut. Yang kemudian berkontestasi dan menimbulkan banyak respon yang kurang baik.

Bagaimana Diknas ini mampu berperan besar dalam mendidik dan mencerdaskan bangsa, menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Kita juga mengapresiasi usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Diknas. Dengan kesediannya untuk mendengar masukan-masukan dari akar rumput itu sudah menunjukkan suatu i’tikad baik. Oleh karena itu kita harus optimis, kita adalah bangsa yang besar, kita adalah bangsa yang bermartabat di hadapan bangsa-bangsa lainnya.

Ciputat 10 Desember 2008

Pengajian Dengan Perangkat Canggih

Dakwah, yang artinya ajakan atau seruan, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang metode ceramah langsung di muka umum, ada juga yang dakwah melalui media. Tergantung pada kesempatan pendakwah dan siapa yang didakwahinya.

Di zaman modern seperti sekarang ini, banyak sekali kemudahan-kemudahan yang kita temukan di sekitar kita. Salah satunya adalah Handphone. Suatu alat komunikasi yang bisa kita bawa kemana-mana setiap saat untuk komunikasi jarak jauh, menembus batas ruang dan waktu. Bahkan karena fungsinya yang vital, orang tidak mudah lepas dari alat komunikasi canggih yang harganya bisa terjangkau.

Hal-hal modern dan canggih seperti ini juga tak luput dijadikan sarana dakwah. Dulu, untuk adzan saja, orang harus meneriakkannya di atas menara dengan suara yang lantang. Saat ini, muadzin cukup berada di ruangan memakai microphone tanpa harus mengerahkan seluruh tenaga suara. Dengan demikian, microphone telah menjadi sarana dakwah yang efektif dan efisien. Ia bukanlah bid'ah, seperti yang dinilai oleh sebagian orang Muslim.

Untuk urusan dakwah, beberapa lembaga dan pusat dakwah juga telah memakai perangkat-perangkat modern dalam berdakwah. Tujuannya agar dakwah bisa diterima dan dicerna secara efektif dan efisien, tidak lagi monoton dan membosankan. Seperti yang telah dilakukan oleh Masjid Sunda Kelapa, dalam berbagai kegiatan pengajian di Masjid, pengurus Masjid telah menyiapkan perangkat projector LCD untuk menampilkan presentasi pendakwah. Selain itu juga dilengkapi dengan kamera shooting yang gambarnya ditembakkan pada dua layar besar yang dipasang di kanan kiri tempat imam. Dengan demikian para jama'ah dari jauh dapat melihat jelas siapa yang memberi pengajian dan materi-materi apa saja yang disampaikan.

Fenomena pengajian menggunakan perangkat LCD dan kamera shooting seperti ini tentu jarang ditemukan di daerah-daerah apalagi perkampungan. Kalau di Masjid Sunda Kelapa Menteng, tentu sudah kita maklumi bahwa jama'ah di sana mayoritas penduduk Menteng yang berekonomi menengah ke atas. Namun kemudahan-kemudahan tersebut hendaknyalah tidak meninggalkan esensi dari dakwah itu sendiri. Karena terlalu mengandalkan alat tersebut sehingga pendakwah merasa tidak perlu menguasai betul materinya. Pola pikir seperti ini yang perlu dirubah. Hendaknya kita kembalikan pada fungsi dan tujuan dari penggunaan alat tersebut dalam berdakwah. Yaitu untuk memudahkan pesan yang disampaikan agar mudah diterima oleh pendengarnya. Sehingga amar ma'ruf nahi mungkar dan tawasauw bilhaq wa sabrnya tepat sasaran dan ada atsar (bekas). Wallahua'lam bisshowwab

Ciputat 12 Desember 2008

Tuesday, December 9

Spirit Berkurban; Kekuatan yang Menyatukan

Allahu Akbar 3x Walillahi-l-hamd

Sejak matahari terbenam pada sore 9 Dzulhijjah, umat Islam seantero dunia dengan riang gembira mengekspresikan rasa syukur atas datangnya Idul Adha dengan menampakkan muka-muka berseri, mandi, memakai baju terindah, dan yang terutama dengan menggemakan takbir, tahlil dan tahmid. Sebuah pengakuan atas ke-Mahabesaran, ke-Mahakuasaan, ke-Mahasucian, ke-Mahahebatan, ke-Maha tak terhinggakan. Sang Khaliq, Allah Robba-l-'Alamin, sekaligus merupakan sebuah kesadaran betapa kecil, lemah, bodoh, tidak berdaya dan hinanya kita di hadapan Allah SWT.

Nun jauh di sana, di atas tanah suci Padang Arofah dan di atas bumi Mina, jutaan kaum Muslimin, dari berbagai suku dan bangsa di dunia berkumpul, bersatu padu, satu ide, satu persepsi, bersama-sama mengumandangkan kalimah talbiah (labbaikallahumma labbaik, dst), sebagai klimaks dari penunaian ibadah haji rukun Islam kelima.

Sungguh, momentum Idul Adha dengan kewajiban berhaji bagi yang mampu dan disunnahkan berkurban dengan menyembelih hewan adalah pemandangan yang indah yang tiadataranya. Terwujud dalam sebuah kebersamaan, persatuan dan persaudaraan. Kepada kaum Muslimin diserukan untuk bergembira ria, melepas ketegangan dan mencairkan kebekuan, puasa hari ini dan 3 hari berikutnya diharamkan, ibu-ibu dan perempuan-perempuan dewasa yang datang bulan sekalipun dianjurkan ikut beramai-ramai dengan teman-temannya yang suci mendatangi tanah lapang tempat salat 'Ied dilaksanakan; anak-anak kecil juga dianjurkan turut menghiasi hari ini dengan hiasan yang terindah dan paling mengesankan yaitu takbir, tahlil dan tahmid.

Allahu akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahi-l-hamd

Perintah Untuk Berkurban

Peristiwa Nabiyullah wa kholiiluhu Ibrahim AS dengan Nabiyullah Ismail AS yang termuat dalam Kitab Suci ribuan tahun yang lalu rasanya baru kemarin terjadi. Lebih-lebih bagi yang secara sadar aktif mengaktualisasikan diri dengan ajaran syari'at beliau itu. Ajaran untuk berkumpul dalam persaudaraan dan kebersamaan melalui haji yang disyari'atkan bagi yang mampu dan ibadah alat 'Ied di Masjid-masjid atau lapangan-lapangan. Kegiatan ini bersifat tahunan, berskala Internasional dan regional yang kemudian bisa dikontekstualisasikan dalam skala yang lebih kecil yakni dalam keluarga, lingkungan dan daerah, dengan kumpul untuk makan bersama, untuk salat berjama'ah, untuk salat Jum'at dan kumpul gotong royong untuk membangun desa.

Secara historis, sebagaimana yang disebut dalam Ayat Al Qur’an, bahwa Ibadah Kurban adalah pelajaran (ibrah) dari apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْي قَالَ يبُنـَيَّ إِنِّى أَرَى ِفي الْمَنَامِ أَنِّى أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى، قَالَ يَـأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِى إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ

‘’Maka, tatkala anak itu (Ismail) sampai (pada umur untuk sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, dia berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, apa pendapat kamu? (Ismail menjawab): ‘Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan mendapatiku jika Allah menghendaki termasuk orang-orang yang sabar.’’

Ayat tersebut jangan ditafsirkan bahwa Islam mengajarkan Barbarianisme dan sikap-sikap tidak manusiawi lainnya. Islam diturunkan bukan untuk mengajarkan pertumpahan darah dan menyebarkan kebengisan, tapi justru untuk menjadi agama kasih, agama ketentraman, agama kemanusiaan. Dari ajaran Rasulullah SAW, ternyata perintah yang sangat memberatkan itu hanyalah ujian Allah SWT untuk mengukur tingkat ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Lewat peristiwa heroik kedua hamba-Nya itu, Allah ingin menegaskan kepada seluruh makhluk-Nya bahwa Dialah memang satu-satunya Tuhan yang Mahahebat, Mahaagung, dan karena itu layak disembah dan dipatuhi.

Di lain pihak, pada sejumlah masyarakat Muslim perintah untuk berkurban ada yang diselewengkan. Mereka beralasan sebagaimana argumen kaum Jahiliyah yang mengurbankan seekor hewan yang dipersembahkan pada suatu yang mitos sifatnya. Harapan mereka, dengan persembahan tersebut tujuan mereka terkabul. Bahkan, sebelum Islam datang ke Mesir, para penduduk mempersembahkan seorang gadis paling cantik yang diceburkan ke dalam sungai Nil. Praktik-praktik syirik semacam itu sudah seharusnya diakhiri. Kita berkurban semata-mata mengharapkan ridlo Allah demi meraih cinta dan rasa takwa.

Esensi Berkurban

Oleh sebab itu, ekspresi syukur dan gembira dalam merayakan 'Idul Adha ini janganlah dinodai dengan perilaku kekufuran, dengan pesta minuman keras, pesta judi, sabung ayam, menyelenggarakan dan menghadiri pertunjukan maksiat; menyimpan rasa dendam dan dengki terhadap sesama, lebih-lebih terhadap orang tua, guru, ustadz, tokoh masyarakat, dan orang-orang terpuji karena kesalehannya, Na'udzubillah.

Syukur dan gembira hari ini bukan tanpa alasan, bagaimana tidak bersyukur dan bergembira, karena rangkaian kewajiban dan sunnah dalam Dzulhijjah ini mengandung hikmah, makna, nilai, ajaran moral, dan pendidikan bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan berkeluarga, berbangsa, dan bernegara. Di luar, jika terjadi tawuran antar pelajar, pasti yang disalahkan adalah lembaga sekolahnya. Padahal peristiwa itu terjadi jauh di luar sekolah. Dengan semangat 'Ied ini, mari kita mulai dari pendidikan di rumah. Kita tebarkan rasa kasih sayang, cinta, toleran, dan saling pengertian satu sama lain. Jika suatu keluarga berhasil tentu berdampak pada masyarakat yang lebih luas.

Mari kita ambil pelajaran dari perintah Allah SWT pada Nabi Ibrahim. Dalam mimpinya beliau mendapat perintah dari Yang Maha Kuasa untuk menyembelih darah dagingnya sendiri, Ismail AS. Padahal anaknya ini sudah dinanti-nanti ratusan tahun. Ketika doa sudah terkabul, saat itu pula Allah meminta supaya anaknya tersebut disembelih (dikurbankan). Tentu sangatlah berat perintah tersebut di tangan seorang hamba manusia. Namun justru suatu sikap kematangan iman yang diperlihatkan oleh kedua Nabi tersebut. Mereka adalah hamba Allah yang diciptakan oleh Allah sama halnya juga makhluk-makhluk semua ciptaan Allah. Jelaslah di sini Allah tentu ingin menegaskan bahwa Dialah satu-satunya Dzat yang patut disembah. Hanya Dialah Yang Maha Kuasa dan Sang Pencipta. Semua berasal dan diciptakan olehNya dan akan kembali pada-Nya. Anak, harta, tahta, suami/istri, dan aneka kenikmatan lainnya yang kita cintai semua hakikatnya bukanlah milik kita. Kita hanya mendapatkan titipan dari Allah, sudah amanahkan kita terhadap tanggungjawab titipan tersebut?

Kedua, Ibrahim AS adalah juga manusia. Bisa saja saat itu ia menolak perintah Allah karena perintah tersebut terhitung berat. Namun kecintaannya pada Allah SWT lebih besar dari segalanya demikian pula Ismail AS. Lalu kemudian Allah SWT memberi hadiah pada mereka dengan seekor sembelihan yang agung "dzibhin adzhim", berupa seekor domba (kambing) yang gemuk. Subhanallah.

Menarik jika kemudian dikaitkan dengan suatu ayat yang terjemahannya kurang lebih seperti ini: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya" (Surat Al-Imran 92). Bukankah Nabi Ismail AS. adalah asset yang paling dicintai oleh Ibrahim AS.? Sudah ratusan tahun baru Allah kabulkan doa untuk dikaruniai anak. Oleh karena itu beliau mendapatkan tempat mulai di sisi Allah SWT. Kecuali jika beliau saat itu tidak mematuhi perintah Allah, niscaya tidak akan meraih kebajikan yang sempurna sebagaimana kutipan ayat tadi yang asal katanya dari "Al-Birr".

Sayangnya apa saja yang kita lakukan dalam ibadah, kita masih terjebak demi memenuhi tuntutan dan kewajiban semata. Belum pada tingkat kesadaran dan kebutuhan. Di mana jika sampai pada tingkat itu, seseorang akan merasa kurang, hampa, dan tentu merasa berdosa jika meninggalkannya. Sehingga spirit atau ruh dari ibadah tersebut kurang dapat ditangkap olehnya. Pengaruh dari ibadahnya pun terasa tidak maksimal dalam kehidupan sehari-harinya. Contohnya tentu dapat kita ketahui bersama; ada pejabat salat tapi berani korupsi, guru yang sejatinya jadi panutan malah mengajari kejelekan, dan masih banyak lagi. Namun tidaklah akan selesai jika kita hanya bisa terus menyalahkan orang lain tanpa mampu melihat dan mengoreksi diri kita sendiri. Dari mana kita mulai perubahan. Kita berangkat dari kita sendiri.

Menuai Benih Kebersamaan

Jika suatu ibadah dilakukan dengan jiwa, dampaknya akan optimal. Begitu juga dalam berkurban. Dengan spirit berkurban kita optimis menghadapi krisis yang sedang berjalan ini. Ruh berkurban ada pada rasa ingin berbagi, tolong menolong dan berempati pada sesama yang lebih membutuhkan. Spirit yang terhujam itu layaknya nyawa pada suatu tubuh, jika nyawa melayang tubuh pun akan jadi patung yang tak bernyawa. Tak bisa apa-apa dan tidak ada daya upaya.

Memang dalam syariat, Ibadah kurban tidak termasuk rukun Islam. Ibadah serupa berbentuk pemberian dalam rukun Islam yang tersebut hanya zakat. Maknanya, ibadah ini adalah dianjurkan dan tidak diwajibkan. Ada dua pesan sebetulnya yang mungkin bisa sama-sama kita tangkap. Pesan pertama, yakni ibadah ini adalah hubungan vertikal sang pengkurban dengan Sang Maha Pencipta yang berorientasi pada takwa. Salah satu hadist Rasulullah SAW menyebutkan yang kurang lebih berbunyi "Allah tidak mengharapkan daging dan darah kurbanmu tapi yang diharapkan adalah rasa takwamu". Pesan kedua, lebih pada hubungan secara horizontal sesama manusia yang berorientasi pada aspek sosial. Dengan berkurban kita bisa berbagi dengan sesama yang lebih membutuhkan. Bisa menolong orang lain dengan memberi rejeki kurban yang kita sembelih. Bisa berempati pada yang miskin dan yang membutuhkan. Dari dua pesan tersebut semoga kita lebih bisa menangkap ruh dari ibadah kurban yakni semangat untuk berbagai, menolong sesama dan berempati pada yang membutuhkan secara ikhlas, lillahi ta'ala.

Setelah kita sama mengetahui bahwa Ibadah berkurban sarat dengan aspek sosialnya. Maka, spirit berkurban itu perlu dipupuk dan terus menerus dipraktikan sehingga menjadi suatu pola pikir dan cara pandang Muslim yang humanis. Jika sudah terpatri pola pikir demikian, seorang pejabat tidak akan berbuat dzolim pada bawahannya. Demikian juga pengusaha. Ia tidak akan bertindak gaya kapitalis yang menghisab harta rakyat kecil dan menari-nari di atas penderitaan orang lain. Juga berbagai macam profesi-profesi baik birokrat sampai ningrat sekalipun.

Janganlah kita kotori spirit berkurban dengan ingin dilihat, ingin dikenal dan ingin dipilih dalam pemilu nanti. Perasaan-perasaan seperti itulah yang semakin membuat orang miskin tetap saja miskin. Pola pikir orang seperti itu belum berubah yang akhirnya menyebabkan orang kaya tetap kaya dan miskin tetap miskin. Oleh karena itu, perlu suatu tindakan nyata yang manfaatnya bisa berkesinambungan, tidak hanya sesaat saja. Tidaklah cukup hanya memberi ikannya, tapi yang lebih penting adalah memberi kailnya. Semangat kebersamaan antara yang mampu dan tidak mampu seperti inilah perlu diikuti oleh hamba-hamba Allah yang diberi kelebihan rejeki. Jika pola pikir dan cara pandang memberi, bersedekah dan hal lain yang bersifat memberi didasari dengan spirit berkurban. InsyaAllah, rakyat Indonesia ini akan makmur. Tidak takut sama krisis global yang menghantam saat ini.

Terakhir, bangsa Indonesia sebentar lagi akan memilih wakil-wakil rakyat terbaiknya untuk membawa negara ini ke depan menjadi yang lebih baik, keluar dari krisis multi dimensional akibat globalisasi yang ditunggangi misi setan kapitalisme dan kolonialisme. Kalau dalam berkurban ada empat macam hewan yang tidak memberi pahala untuk dikurbankan yaitu; hewan yang cacat mata, hewan yang sakit, hewan yang pincang, dan hewan yang sangat kurus. Hendaknyalah kita pandai-pandai untuk melihat dan menimbang-nimbang calon yang akan kita pilih seperti kita menimbang-nimbang untuk memilih hewan yang paling bagus untuk dikurbankan. Karena dengan itu akan mendatangkan manfaat dan kebaikan kita bersama menuju Baldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghofur. Wallahu a'lam

Ciputat 5 Desember 2008

Friday, December 5

Spirit Berkurban Untuk Menghadapi Krisis

Kemarin saya menyertai kawan mau syuting di TVRI. Acaranya semacam talkshow bernama "Dialog Aktual" tanpa audiens berdurasi 1 jam untuk tayang hari Senin depan tepat hari raya Iedul Adha. Tema yang diangkat tentunya berkaitan dengan I'edu Kurban atau 'Iedul Adha. Sebagai moderatornya adalah produsernya sendiri, Mas Sifak Masyhudi. Beliau sering juga menjadi produser di acara-acara dialog lainnya. Sedangkan Narasumber ada 3 orang; Drs. Ansori, MPd., Prof. Dr. (lupa namanya) dari IPB, dan H. Humaedi Hasan dari Tokoh masyarakat Banten.

Saya tertarik dengan tema yang diangkat yakni "Spirit Berkurban Dalam Menghadapi Krisis Global". Spirit layaknya adalah jiwa atau ruh. Jika dikatakan spirit berkurban, berarti dalam berkurban tentu ada ruh dan jiwanya. Saya pikir-pikir apa yang menjadi ruh berkurban.

Flash back pada masa Nabi Ibrahim ketika beliau bermimpi mendapat perintah dari Yang Maha Kuasa untuk menyembelih darah dagingnya sendiri, Ismail AS. Padahal anaknya ini sudah dinanti-nanti ratusan tahun yang akhirnya Allah karuniakan. Namun ketika sudah lahir, Allah juga yang meminta supaya anaknya tersebut dikurbankan. Tentulah tidak sembarangan perintah tersebut.

Saya coba uraikan pendapat saya. Bukankah kita ini adalah hamba Allah yang diciptakan oleh Allah sama halnya juga makhluk-makhluk semua ciptaan Allah. Dengan demikian jelaslah maksud perintah tersebut bahwa Allah ingin menegaskan bahwa Dialah satu-satunya Dzat yang patut disembah. Hanya Dialah Yang Maha Kuasa dan Sang Pencipta. Semua berasal dan diciptakan olehNya dan akan kembali pada-Nya. Anak, harta, tahta, suami/istri, dan aneka kenikmatan lainnya yang kita cintai semua hakikatnya bukanlah milik kita. Kita hanya mendapatkan titipan dari Allah, sudah amanahkan kita terhadap tanggungjawab titipan tersebut?

Kedua, Ibrahim AS adalah juga manusia. Bisa saja saat itu ia menolak perintah Allah karena perintah tersebut terhitung berat. Namun kecintaannya pada Allah SWT lebih besar dari segalanya demikian pula Ismail AS. "Wahai Bapakku, niscaya engkau akan mendapatiku, dengan izin Allah, bersama orang-orang yang sabar". Kedua Nabi yang agung tersebut telah memberi pelajaran takwa nan indah. Allah SWT telah menguji ketakwaan keduanya dan berhasil. Akhirnya Allah ganti Ismail dengan "dzibhin adzhim", sembelihan yang agung, seekor domba yang gemuk. Subhanallah.

Lalu saya teringat suatu ayat yang terjemahannya kurang lebih seperti ini: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya". Kalau tidak salah di Surat Al-Imran 92. Bukankah Nabi Ismail AS asset yang paling dicintainya? Sudah ratusan tahun baru Allah kabulkan doanya permohonan anak. Namun jika beliau tidak mematuhi perintah Allah, ia tidak akan meraih kebajikan yang sempurna yang dalam ayat tersebut disebut dengan "Al-Birr".

Sayangnya dalam ibadah kita masih terjebak dalam tuntutan dan pemenuhan kewajiban saja. Belum pada tingkat kesadaran dan rasa membutuhkan. Di mana sampai pada tingkat itu, seseorang akan merasa kurang, hampa, dan tentu merasa berdosa jika tidak melakukannya. Sehingga spirit atau ruh dari ibadah tersebut kurang dapat ditangkap olehnya. Pengaruh dari ibadahnya pun terasa tidak maksimal. Contohnya dapat kita ketahui bersama masih banyak bertebaran di mana-mana. Bahkan bisa jadi kita sendiri.

Menurut syariat, Ibadah kurban tidak termasuk rukun Islam. Ibadah serupa berbentuk pemberian dalam rukun Islam yang tersebut hanya zakat. Maknanya, ibadah ini adalah dianjurkan dan tidak diwajibkan. Ada dua pesan sebetulnya yang mungkin dapat ditambah. Pesan pertama, yakni hubungan secara vertikal dengan Sang Maha Pencipta yang berorientasi pada takwa. Salah satu hadist Rasulullah SAW menyebutkan yang kurang lebih berbunyi "Allah tidak mengharapkan daging dan darah kurbanmu tapi yang diharapkan adalah rasa takwamu". Pesan kedua, lebih pada hubungan secara horizontal sesama manusia yakni orientasi pada aspek sosial. Dengan berkurban kita bisa berbagi dengan sesama yang lebih membutuhkan. Bisa menolong orang lain dengan memberi rejeki kurban yang kita sembelih. Bisa berempati pada yang miskin dan yang membutuhkan. Dari dua pesan tersebut semoga kita bisa menangkap ruh dari ibadah kurban yakni semangat untuk berbagai, menolong sesama dan berempati pada yang membutuhkan secara ikhlas, lillahi ta'ala.

Saya lihat pada ibadah berkurban aspek sosialnya sangat tinggi. Spirit berkurban ini yang perlu dipupuk dan terus menerus dipraktikan sehingga menjadi suatu pola pikir dan cara pandang Muslim yang humanis. Jika sudah terpatri pola pikir demikian, seorang pejabat tidak akan berbuat dzolim pada bawahannya. Demikian juga pengusaha. Ia tidak akan bertindak gaya kapitalis yang menghisab harta rakyat kecil dan menari-nari di atas penderitaan orang lain. Juga profesi-profesi ningrat lainnya.

So, be inspired. Janganlah kita kotori spirit berkurban dengan ingin dilihat, ingin dikenal dan ingin dipilih dalam pemilu nanti. Perasaan-perasaan seperti itulah yang semakin membuat orang miskin tetap saja miskin. Pola pikirnya belum berubah yang kaya tetap kaya yang miskin tetap miskin. Perlu suatu tindakan nyata yang manfaatnya bisa berkesinambungan, tidak hanya sesaat saja. Sesudah kita memberi sesuatu lalu habis, sudah stop sampai disitu. Semangat kebersamaan seperti inilah perlu diamini oleh hamba-hamba Allah yang diberi kelebihan rejeki. Jika pola pikir dan cara pandang memberi, bersedekah dan hal lain yang bersifat memberi didasari dengan spirit berkurban. InsyaAllah, rakyat Indonesia ini akan makmur. Tidak takut sama krisis global yang menghantam saat ini.

Wallahu a'lam

Ciputat, 5 Desember 2008