Friday, December 12

Citra Diknas Yang Naik Turun

Dua hari yang lalu saya mendapat undangan untuk hadir dalam acara FGD (Focus Group Discussion) yang diadakan oleh PIH (Pusat Informasi dan Humas Diknas). Pengadaan acaranya diatur oleh konsultan PIH tersebut yakni Strategi Aliansi Pendidikan. Acara dilaksanakan di Hotel Ambhara Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Acara dimaksudkan untuk menjaring masukan-masukan mengenai citra DIKNAS sampai saat ini.

Banyak sekali masukan-masukan. Kesempatan pertama disampaikan dari perwakilan Lembaga Pendidikan Ma'arif yang juga aktif di Komisi di DPR yang menangani pendidikan. Salah satu yang ia sampaikan bahwa pemerintah memang sudah banyak beriklan di media-media tapi kesemuanya hanya pendidikan formal saja. Sedangkan pendidikan non-formal tidak pernah. Sebagai penanggungjawab pendidikan di Indonesia harusnya berimbang dan adil dengan memperhatikan lembaga pendidikan swasta, baik lembaga pendidikan agama atau tidak. Menanggapi iklan Diknas yang mengangkat "sekolah gratis", beberapa sekolah swasta, khususnya dari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan, kembali dibuat kecewa oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Karena iklan tersebut menyebut “Sekolah Gratis”, sungguh tidak tepat dan terkesan dibuat-buat. Nuansa politiknya kelihatan sekali. Lebih baik jika disampaikan “Sekolah Dibiayai Oleh Negara”. Dengan demikian anak-anak penerima biaya tersebut merasa bertanggungjawab dan mereka merasa berhutang budi pada negara. Apalagi komitmen pemerintah akan mengalokasikan dana 20 % dari APBN untuk pendidikan. Jadi, jangan sampai dengan iklan tersebut berdampak dan ditangkap tidak baik oleh masyarakat luas.

Selain itu, beberapa pesan yang disampaikan melalui media dan lainnya terkesan masih belum tepat sasaran. Penyampaian informasi dan public relation Diknas yang dinakhodai oleh Pusat Informasi dan Humas Diknas dinilai belum maksimal. Masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan. Karena isyu yang ditanganinya adalah isyu mendasar dan pokok yaitu isyu pendidikan. Yang oleh sebagian besar negara maju, kemajuan atau kemunduran pendidikan mereka gunakan sebagai nilai indikator kemajuan suatu bangsa. Berbagai masalah mulai dari pemerataan informasi, Data information system, pelayanan publik, sosialisasi undang-undang dan peraturan dari tingkat pusat ke daerah-daerah, dan seterusnya, adalah seabrek tugas yang harus ditangani secara serius. Ini berkaitan dengan citra Diknas yang selama ini ditengarai masih sangat jauh dari harapan.

FGD terbatas tersebut dihadiri beberapa undangan dari akar rumput baik dari praktisi pendidikan maupun sampai pada LSM Pemerhati Pendidikan. Di antaranya yang hadir saat itu; utusan dari HMI, KOHATI, KAHMI, PII, Pusat Kajian Pendidikan Paramadina, Pejabat Depkominfo, PP PGRI, Pemrov DKI, PAGON, DPR yang membidangi komisi Pendidikan, dan dari Diknas sendiri. Acara tersebut sebenarnya ingin menjaring masukan tentang tata kelola informasi pendidikan oleh Diknas. Bagaimana publik melihat Diknas, bagaimana institusi Diknas mengelola informasi, itu kurang lebih pertanyaan mendasarnya.

Pada kesempatan itu saya sempat menyampaikan lemahnya system data informasi yang dimiliki oleh Diknas. Sehingga para pelajar, mahasiswa atau akademisi agak kesulitan mencari informasi berkaitan tentang pendidikan dan regulasinya. Pada saat yang sama, pemerataan informasi di beberapa daerah juga tidak optimal. Sehingga apa saja yang sudah ditetapkan menjadi peraturan dan undang-undang, Diknas yang di daerah tidak tahu bahkan terkesan tidak mau tahu. Mereka masih berpegang pada aturan-aturan lama.

Terkait dengan pelayanan informasi mengenai Diknas, Undang-undang No. 14 2008 mengenai keterbukaan dan informasi Publik perlu dicermati dan dikaji kembali. Bagaimana sebagai lembaga pelayanan publik, harapan rakyat adalah dapat cepat dan tepat. Hubungan komunikasi dan informasi antara Dinas Pendidikan Daerah atau Wilayah harus clear dengan pusat, karena ini adalah lembaga pelayanan publik. Terkesan beberapa Kanwil Diknas tidak mau tahu terhadap keputusan dan kebijakan Pusat, atau malah sebaliknya, mereka belum mendapat informasinya.

Pada paruh akhir diskusi Pak Abbas (Mahasiswa program doctoral bidang Public Relation di Columbia Amerika) memberi konklusi menarik. bahwa, pokok persoalannya adalah bagaimana Diknas ini mengorganizing dan memanaging sebuah sistim informasi dengan baik. Bila sudah mampu melakukannya akan tercipta suatu image building yang bagus buat Diknas. Sedangkan mengenai level kepentingan politik yang terkait dengan institusi ini, sejak dulu yang namanya lembaga pelayanan public tidak bisa terlepas dari isu politik dan ekonomi. Tinggal bagaimana dapat mengorganisir dan memenejnya dengan baik untuk kemaslahan yang lebih luas bukan kepentingan suatu kelompok. Atas dasar itu, perlu membutuhkan langkah-langkah yang lebih strategis; pertama, apa yang perlu dilakukan saat ini adalah re-engaging (menyatukan kembali) dari berbagai macam kebijakan system yang berlaku perlu dipadukan kembali dan disusun dengan baik berikut dengan masukan-masukan dari pihak luar. Kedua, perlunya menumbuhkan organisasi dan manajemen yang sehat mengenai siapa dan apa yang dipublikasikan. Karena mempublikasikan sesuatu tidak bisa lepas dari behavior dari yang dipublikasikan. Oleh karena itu, keadaan dan kondisi Kantor Diknas mengomunikasikan image-nya, hal ini serupa dengan istilah yang disebut dengan Corporate Culture. Ketiga, perlunya kembali mengkaji setiap pesan yang akan disampaikan ke publik. Pesan tersebut tidak bisa dilepas begitu saja, tapi perlu dinegosiasikan kembali makna dari pesan itu. Karena di masyarakat akan banyak penafsiran-penafsiran atas pesan tersebut. Yang kemudian berkontestasi dan menimbulkan banyak respon yang kurang baik.

Bagaimana Diknas ini mampu berperan besar dalam mendidik dan mencerdaskan bangsa, menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Kita juga mengapresiasi usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Diknas. Dengan kesediannya untuk mendengar masukan-masukan dari akar rumput itu sudah menunjukkan suatu i’tikad baik. Oleh karena itu kita harus optimis, kita adalah bangsa yang besar, kita adalah bangsa yang bermartabat di hadapan bangsa-bangsa lainnya.

Ciputat 10 Desember 2008

No comments: