Tuesday, December 26

fhfhgf fhgf

Tuesday, December 19

UAS Yang Bikin Pusing


Alhamdulillah ujian akhir semester sudah hampir habis, tinggal satu mata kuliah lagi, materi Antropologi Sosial Budaya. Soal ada empat pertanyaan, dibawa pulang dan dikumpulkan esok jum'at 22/12/2006. Setelah itu selesai sudah rangkaian ujian di semester ganjil ini.

Terus terang, saya mengalami hari-hari yang berat dengan ujian ini. Di samping ini adalah ini adalah disiplin ilmu yang baru sama sekali buat saya, saya sendiri jarang baca buku-buku referensi yang dikasih oleh dosen. Ya, reading habbit. Thats the problem. Karena kesibukan yang terlalu padat atau moodnya kadang naik turun. Tapi kedua-duanya itulah yang selalu kejar-kejaran dalam benak saya. Mungkin hasil uas di semester ini menjadi barometer dan tolak ukur saya, bagaimana seharusnya di semester depan nanti. Tapi sebagai disiplin ilmu baru, saya harus sadari kalau harus banyak-banyak buku referensi. Coba saja, as you saw so shall you reap. Man yazra' yahsud.

Friday, December 15

Monday, December 11

Menggali Potensi

Manusia adalah makhluk yang paling potensial. Namun potensi yang dimiliki belum sepenuhnya aktual. Perlu kiat-kiat dan cara supaya manusia dapat mengeksplorasi potensinya dengan baik. Potensi dalam diri manusia, potensi alam, potensi ilmu, dan lain sebagainya. Demi tercapai maksud tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini.

Dalam bahasa arab disebut ‘gharizah’ yang artinya kekuatan besar yang tersimpan. Dengan daya akal dan nalar, manusia dapat menjelma menjadi suatu kekuatan raksasa. Anugrah tersebut hanya dimiliki oleh manusia. Tak ada pada makhluk lain. Demikian juga hidayah Allah berupa agama yang hanif (Islam), tak berguna jika manusia tak menggunakan akal dan nalarnya. Ibarat akal adalah mata untuk menunjukkan padanya jalan. Sedangkan agama adalah pelita obor yang senantiasa menerangi jalannya.

Dalam Al Qur’an Allah berfirman : "dan musibah apapun yang menimpamu disebabkan oleh dirimu sendiri". Jika seseorang yang sudah percaya hal ini, aqidahnya telah kuat. Potensi diri yang terdapat dalam diri manusia bermacam-macam, ada potensi kekuatan pikir, kekuatan hati, fisik, dan lain sebagainya. Selama dia mau berusaha sungguh-sungguh (ber’azam) dan tawakkal, insyaAllah akan dimudahkan jalannya oleh Allah. Mari kita lihat para tokoh dan ulama Islam pendahulu kita. Dengan hasil mujahadahnya, mereka dapat maqam yang terhormat. Bukan hanya yang bersifat religi, tapi ilmu-ilmu rahasia penciptaan alam mereka kuasai. Sungguh suatu hal fenomenal yang patut disyukuri dan diambil hikmahnya.

Iman merupakan suatu hal yang fundamental di dalam kehidupan manusia. Seluruh ajaran Islam telah terkemas rapi dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadist, untuk menuju taqwa. Taqwa itu apa dan dimana letaknya. Taqwa yaitu keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Letaknya ada di hati, sebagai sumber baik tidaknya amalan dan niat seseorang. Sebagaimana Rasulullah mendemonstrasikan ketika ditanya salah satu sahabat dimana letaknya taqwa. Beliau menepuk dadanya tiga kali sebagai tanda kalau ia bersemayam dalam hatinya.

Menggali potensi diri dengan taqwa, yaitu dengan berbuat baik semaksimal mungkin. Kalau mengajar, mengajar dengan keiikhlasan yang tinggi dan dengan niat yang semaksimal mungkin. Kalau berdagang, berdagang yang jujur dan fair. ‘Niat’ sebagai awal titik balik dari perbuatannya. Dengan pertimbangan niat suatu amal. Amalan tersebut dicatat baik buruknya. Baru kemudian gunakan ‘nalar’ yang baik. Hal yang bisa dinalar apakah ini pantas dilakukan tidak. Hati kecil (dlomir) tak bisa dibohongi. Kemudian setelah itu ‘nurani’ yang bekerja. Ketajaman mata hati seorang mukmin setajam mata jarum yang dapat menembus sampai lubang terkecil sekalipun.

Ketika anda mengerjakan suatu pekerjaan. Terasa bedanya, ketika anda bekerja secara all-out dan bekerja setengah-setengah. Begitupun juga orang yang melihat. Tentu ia lebih pandai menilai anda. Kadang yang tidak anda sadari kesalahan. Ia menangkap kesalahan tersebut ada dalam diri anda. Maka tak ada gunanya bagi orang yang cuma berbuat hanya sekedarnya. "Saya ajar anak ini agar ia jadi manusia yang nilainya sama dengan 1000 orang. Tapi kalau saya mengajar hanya sekedar mengajar. Idealisme saya kurang. Saya ajarkan ini itu dengan tujuan yang jauh agar dia dapat menjadi orang yang harganya sama dengan 1000 orang".

Pak Zarkasyi pernah berkata: “Meskipun tinggal satu santri. Akan tetap saya ajar. Karena satu ini sama dengan seribu. Dan kalau satu ini tidak ada maka akan saya ajar dengan tinta pena”. Cita-cita yang tinggi sedemikian rupa ini didengar oleh Allah. Maka dalam mengajar, mengajarlah semaksimal mungkin. Kalian nanti akan melihat hasilnya. Dalam mengajar kalian merasakan biasa. Tapi do’a dibalik ajaranmu adalah luar biasa. Jika seorang ibu secara sederhana dalam mendidik anaknya. Tapi do’a seorang Ibu itu lebih jauh penting dari didikannya.

‘Meniti jalan menapak bumi mengapai ridlo Allah’ inilah cita cita yang tinggi dan Allah akan mendengarnya. Dengan cita-cita inilah, kita akan mengeluarkan generasi-generasi unggul, bi-idznillah. Mulailah, memaksimalkan kerja. Memaksimalkan diri dengan do’a dan dengan idealisme yang tinggi. Menjiwai dalam mendidik anak dengan berbagai macam ketrampilan. Maka latihlah ketrampilan diri bagaimana dalam mewarnai dan membentuk anak yang saleh. Faham tentang visi, misi, tujuan dan nilai-nilai luhur yang menjadi tugasnya.

Namun lebih jauh dari itu yang terpenting adalah tujuan untuk menggapai ridha Allah dan ampunannya. Semua amal perbuatan yang ia kerjakan tidak menjadi kebanggaan diri (ujub) dan takabbur. Diniatkan dan dilaksanakan dengan keikhlasan yang prima. Tak ada rasa was was dan takutpun di dalamnya. Apalagi kalau hanya mencari muka, na'udzubillah. Bekerja dengan sepenuh hati, mengajar dengan sepenuh hati, mendidik dengan sepenuh hati dan memberi hukuman dengan sepenuh hati.

Dalam hal ini, semuanya dengan tujuan dan sasaran jelas (tujuan hidup dalam Islam). Sehingga kita dapat memahami dan menghayati tujuan tersebut. Kalau kita sampai ke tujuan yang diberikan oleh Allah, haqqul ma’rifah, kita akan kerja maksimal. Maka niatnya sangat penting dalam menggali potensi diri dan dengan idealisme yang meningkat. Sejalan dengan usaha kita mendekatkan diri kepada Allah. Dari mulai kita hidup sampai maut akan menjemput. Sehingga semua yang dikerjakan akan selalu mendapat kemudahan.

Selalu kreatif dan berinisiatif akan membuat diri optimis. Artinya, bila ingin berbuat baik dan memperbaiki diri, akan tumbuh dalam dirinya rasa optimis. Setiap perbuatan kita selalu didorong oleh perasaan optimis hingga seluruh jaringan tubuh kita seperti ada zat-zat yang terus memacu kita dalam berbuat dan bergerak. Itulah optimis. Disertai perasaan yang merasakan kehadiran Tuhan di sisi kita, dengan selalu mengingat-Nya. Dimanapun kita dan apapun yang sedang kita kerjakan. Dzikir dan do'a adalah kekuatan di luar kekuatan manusia yang senantiasa datang dari kemantapan hati dan keluhuran jiwa yang merasa dirinya mempunyai keterbatasan.

Kesabaran dan ketekunan senantiasa menggerakkan kita menjadi dinamis. Jangan jadi orang yang pragmatis atau praktis, yang dilihat hanya wujud depannya saja, tapi lebih jauh lagi untuk lillahi ta’ala. Tak boleh ada pihak kedua yang bisa mengalihkan kecintaan kita pada-Nya dan mengharap ridha-Nya.

Dalam berusaha menumbuhkan potensi diri tidak bisa instant, langsung jadi. Butuh proses dan latihan. Tidak cukup 1 bulan, 2 bulan, 1 tahun, atau 5 tahun. Menumbuhkan potensi diri, butuh masa yang panjang. Tergantung kepada niat, kemauan dan semangat kita dalam mewujudkan itu semua. Semoga Allah selalu menganugerahkan kita potensi-potensi takwa dan iman, dan akhirnya memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Amin.