Friday, May 2

Stadion Boeng Karnoe


Sabtu pagi, 12/4/2008, cuaca mendung dan agak gerimis. Matahari belum tampak sinarnya. Hari sudah beranjak siang. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00, namun gerimis belum juga berhenti. Pagi itu saya ingin ikut kawan motret di stadion Bung Karno, Senayan. Kebetulan dia lagi dapat job untuk memotret siswa-siswi SMP Global di daerah Condet. Mereka rencana membuat agenda akhir tahun yang dihiasi foto-foto diri mereka. Semua foto-foto akan diambil di dalam stadion. Biar bernuansa olahraga. Ada-ada saja. Namanya juga anak remaja. Pokoknya pingin yang bisa dibilang sama lainnya, ”keren abiz”.

Kalau dibilang hobi, ini sudah melebihi hobi. Dunia photografi maybe sudah jadi pilihannya untuk mencari ”sesuap nasi dan segenggam berlian”. Malah, mulai akhir tahun kemarin dia sudah buka studio kecil-kecilan di jalan raya Kukusan Depok. Lumayan, banyak juga pelanggannya. Karena selain menyediakan jasa pemotretan, dia juga menyediakan layanan pembuatan kartu nama, kartu siswa, sampai pada usaha pre-weedding. Wah luar biasa yaaa. Memang hidup di dunia memang harus ulet dan berani. Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja.


Jika bukan karena tugas. Mungkin kita semua pilih di studio saja. Masih banyak gawean yang belum selesai. Tapi karena sudah janji, mau tidak mau harus berangkat juga. Syukurnya cuaca tidak separah yang kita khawatirkan. Gerimis masih turun tapi lamat-lamat.
Waktu menunjukkan pukul 08.00 namun belum juga berangkat. Menurut perjanjian sudah harus sampai di tempat pukul 09.00. Planning saya pagi itu mau ke kota. Tepatnya mau ke Pejompongan. Setelah itu akan mampir sebentar di kantor sebuah partai di jl. Diponegoro. Saya pun minta bareng berangkatnya karena satu arah. Saya ingin melihat dan masuk stadion. Bagi saya ini kesempatan pertama. Soalnya seringkali masuk daerah Senayan, paling yang dikunjungi adalah tennis indoor, dan balai sidang JCC Jakarta. Kali ini kesempatan untuk masuk stadion. Bravo, stadion gelora bung karno akhirnya aku masuki juga.


Setelah ngepak barang-barang keperluan yang akan dibawa. Kami berangkat dari studio pukul 08.15. Kami takut sampai tidak tepat waktu. Makanya di jalan kami pun ngebut. Keluarga Cilandak lalu mengambil jalan Mampang – Warung Buncit. Baru belok ke arah jalan Gatot Subroto. Setelah melewati Gedung DPR MPR baru kita belok ke kiri turun di jalan Sudirman. Melalui putaran Sudirman ambil balik arah lalu masuk Senayan. Syukur sekali hari itu Sabtu, jadi lalu lintas tidak begitu padat. Sampai di tempat pukul 09.05, terlambat lima menit. Langsung menuju pintu satu senayan. Ternyata yang jamnya karet adalah gurunya sendiri. Jadi, intinya kita tidak terlambat.


Pemandangan di Senayan tiap weekend selalu saja ramai. Tentu ada semacam acara atau pertunjukkan, untuk gerakan, atau promosi, atau sekedar pagelaran musik. Sebagian juga ada yang sengaja datang ke sana untuk berolahraga. Ada yang berkelompok, ada juga yang berdua, bahkan ada sekeluarga datang dengan mobil. Selain lari pagi memutari stadion, ada sebagian memakai sepatu roda dan bermain futsal. Di jalan masuk pintu satu ada sebuah acara kampanye “green forest” yang diadakan oleh FISIP UI bekerjasama dengan suatu LSM. Terdapat beberapa lapak-lapak, kemah-kemah berwarna putih yang didirikan sepanjang pintu masuk gelora. Mereka ingin mengkampanyekan penghijauan. Sudah banyak bencana yang terjadi karena ulah manusia sendiri. Termasuk juga polusi udara, konon Jakarta adalah kota yang polusinya tinggi selain Beijing Cina. Untuk keperluan itu, maka di pintu masuk ada camp terbuka untuk uji emisi gratis. Di sampingnya sebuah truk polisi siap membantu.


Setelah kawan kami kontak dengan koordinator dari sekolah global, mereka ternyata sudah masuk dan menunggu di pintu enam. Wah, sudah terlambat, merubah janji lagi. Memang dasar, paling susah orang untuk menepati janjinya. Akhirnya kami menuju ke sana, padahal kami sudah parkir motor di depan pintu satu. Cukup mahal juga parkir yang tidak ada lima menit itu. Kita harus bayar masing-masing mo
tor Rp 3000,-, diminta sewaktu parkir oleh seorang penjaga yang sepertinya preman dari Ambon.


Luas juga daerah Senayan. Patut b
angga, di tengah pusat kota masih ada arena bermain yang luas seperti ini. Tidak heran kalau pernah hak pengurusan senayan diperebutkan antara pemerintah kota yaitu DKI dengan Sekretariat Negara atas nama Negara atau pemerintah.
Di depan pintu enam ini baru diset sebuah panggung di tengah-tengah pagar pintu masuk. Sepanjang jalan masuk kanan kirinya dipasang lampu sorot setinggi 2 meter menghadap ke arah gelora. Acara apa ya. Tidak tahu, barangkali untuk dugem nanti malam. Setelah dapat informasi, kalau malam ini akan ada acara hiburan yang diselenggarakan sebuah perusahan motor. Biasa, sekalian promosi. Pantas. Kawan saya sudah bertemu dengan koordinator yang datang sendirian waktu itu. Sedangkan anak-anak yang datang baru 5-6 orang dari 23 orang rencana.

Sambil menunggu yang lainnya kami izin untuk sarapan dulu.
Jangan heran kalau kawasan se-elit Senayan ada pedagang kaki lima. Meskipun mayoritas pengunjung di situ berkelas tetap saja mereka menikmati hidangan dan menu PKL tadi. Berbagai menu dan hidangan tersaji disitu. Tapi juga jangan heran kalau harganya tidak wajar. Harganya bisa tiga sampai empat kali lipat harga normalnya. Bandingkan saja, pecel lontong yang kita beli saat itu seporsi harganya 7 ribu. Kalau saya beli di Ciputat harganya seporsi hanya 1.500 rupiah. Ahhh, nggak papa yang penting kenyang. Kurang lebih setengah jam kita sarapan. Pukul 10 lebih dikit teman saya dibel kalau siswa-siswi sudah pada berkumpul. Kami bergegas masuk stadion dari pintu VI, lewat kantor PB Percasi dan tembus dari bawah stadion. Ternyata pintu keluarnya tepat di bawah tempat duduk penonton stadion. Walah-walah ini tah yang namanya stadion Bung Karno. Stadion yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia sejak dulu. Luas dan megah. Jauh sekali bedanya dengan stadion-stadion di daerah yang pernah saya masuki; stadion kridosono, sriwedari, gajayana dan lain-lain. Selain lebih terawat, juga lebih mewah dan megah. Suatu saat nanti saya mau menyaksikan pertandingan di dalam stadion ini. Entah kapan. Kedua teman saya lalu mengeluarkan perlengkapan untuk memotret dari tas ranselnya. Sedangkan anak-anak diminta untuk ganti kostum dengan kostum sepakbola yang masing-masing sudah prepare sebelumnya.

Sambil menunggu siapnya mereka, kami pergunakan untuk foto-foto dulu. Wah lumayan bisa bergaya dengan bermacam-macam gaya. Tak terasa sudah pukul 11.00 siang. Saya lalu pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Pejompongan.

Suatu pengalaman yang menarik.
Kukusan, 14 April 2008