Friday, March 30

Memahami Pendidikan Melalui Kebudayaan


tulisan ini ditulis oleh dosen favorit saya, Prof. Dr. Achmad Fedyani Saefuddin, Guru Besar UI, pernah dimuat di kompas tanggal 23 Juli 2005

Memahami Pendidikan Melalui Kebudayaan
- Peristiwa Berulang, Ekspresi Suatu Pola -

Di sebuah desa kita, tahun 2002, penulis mengamati tiga peristiwa yang menginspirasi tulisan ini. Meski sekilas ketiganya tampak biasa-karena itu tidak menarik perhatian banyak orang-namun bagi dunia antropologi ia punya makna tertentu.

Pertama, seperti biasa, anak-anak SD berseragam kemeja putih celana merah maron pulang berjalan kaki. Mereka bersenda-gurau, kadang terjadi perkelahian gara-gara tersinggung. Begitu berkelahi, yang kalah lari pulang sambil menangis. Orangtuanya kaget dan langsung naik pitam menyaksikan anaknya menangis dipukul temannya.

Tak pikir panjang, orangtua langsung pergi ke rumah orangtua anak yang memukul. Terjadi pertengkaran mulut antar orang tua. Tetangga di sekitar berdatangan menonton. Pertengkaran baru berakhir ketika salah seorang tetangga melerai.

Beberapa hari kemudian, peristiwa yang mirip modusnya terjadi lagi. Orang-orang sekitar mengatakan bahwa anak-anak berkelahi sepulang sekolah sudah biasa. Anak-anak tetap anak-anak. Tak lama setelah kejadian itu, mereka kembali rukun, bermain bersama, bersenda-gurau. Sebaliknya, orangtua tidak semudah itu melupakan permusuhannya.

Kedua, di sebuah kelas I SMP. Anak-anak duduk tertib, menyimak guru yang sedang mengajar. Berkali-kali terdengar seperti koor, anak-anak melanjutkan kalimat akhir guru. Guru mengatakan: "Dalam hidup bermasyarakat, kita harus hormat-menghorma....tiii." "Dalam hidup sehari-hari, kita harus memelihara keruku...naaan."

Di ruang kelas yang lain, guru minta anak didik untuk membaca buku wajib alinea demi alinea, dan mempelajari (menghafalkan) teks-teks tanpa salah. Salah seorang anak yang dianggap paling pandai biasanya disuruh maju ke depan papan tulis untuk menuliskan beberapa alinea dari sebuah buku pegangan, dan siswa lainnya menyalin ke buku tulis masing-masing. Usai menyalin, guru menyuruh mengumpulkan semua buku tulis itu, dan memberikan nilai. Anak yang tidak mengerjakan tugas dengan baik biasanya mendapat hukuman. Mereka disuruh menulis di buku kalimat seperti : "Saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi", atau "saya tidak akan malas lagi", 100 kali.

Guru mengatakan bahwa semua ini untuk menegakkan disiplin anak. Mereka mengatakan bahwa hukuman yang kini diterapkan sudah jauh lebih ringan, karena dahulu anak-anak dijemur di bawah tiang bendera, lari keliling lapangan sekolah, bahkan dipukul oleh guru. Ketiga, Sabtu pukul 13.00 di suatu SMP. Sekelompok anak kelas II berlatih melaksanakan upacara penaikan bendera untuk Senin. Dengan arahan guru pelatih, tiga anak bertugas menaikkan bendera merah-putih, satu komandan upacara, dan satu pembaca teks Pancasila. Sesekali pelatih berteriak marah karena kesalahan-kesalahan yang dibuat anggota kelompok. Komandan upacara berdiri kurang tegap, lengan dan siku terlalu bengkok ke depan saat memberi hormat kepada pimpinan upacara, suara kurang lantang, atau wajah kurang serius. Kesalahan pengerek bendera lain lagi. Mengikat tali bendera ke tiang terlalu longgar, bendera terlalu cepat sampai di puncak padahal lagu Indonesia Raya belum selesai, berbaris kurang serempak, atau salah ketika melipat bendera. Kesalahan pembaca teks Pancasila tak kalah serius. Saat maju kurang tegap, membawa map teks tidak rapi, siku bengkok saat membaca, atau membaca kurang lantang. Maka mereka harus berlatih berulang kali. Bertindak kolektif Ketiga peristiwa mungkin hal biasa bagi banyak orang. Itulah keseharian, yang karena begitu terbiasa, menjadi tidak lagi menarik perhatian kita.

Akan tetapi, apabila kita memandangnya secara agak teoretis, maka ketiga peristiwa di atas sesungguhnya berkaitan satu sama lain dan menjadi bermakna. Bagi antropolog, peristiwa itu mengandung makna tertentu. Meski ketiga peristiwa tampak terpisah, mereka berupaya menemukan asosiasi ketiganya untuk memahaminya sebagai kesatuan gejala kebudayaan. Ada suatu isu teoretis yang muncul dari ketiga peristiwa di atas. Peristiwa berulang adalah ekspresi suatu pola. Peristiwa dua anak SD berkelahi, yang kalah lari pulang sambil menangis, kemudian orangtua kedua anak terlibat pertengkaran, ketika berulang hal tersebut menjadi biasa bagi masyarakat bersangkutan.

Profesor Erika Bourguignon (1991), seorang antropolog psikolog, berasumsi bahwa pada suatu masyarakat di mana peristiwa semacam itu menjadi pola, akan mengembangkan suatu generasi yang kurang mandiri, kurang mampu mengambil keputusan individual, dan kurang bertanggung jawab. Anak-anak yang demikian cenderung bertindak kolektif karena sukar menuntut tanggung jawab kolektif. Orang yang berbuat salah dapat berlindung di balik kolektivitas bila ada tuntutan kepadanya.

Contoh kedua dan ketiga sesungguhnya mendukung contoh pertama. Mungkin bisa dikatakan bahwa guru adalah orangtua kedua dalam kebudayaan kita. Profesor John Singleton (1990), antropolog pendidikan, berasumsi bahwa dalam kebudayaan di mana sekolah mempraktikkan hubungan antara guru dan siswa seperti ketaatan antara anak terhadap orangtua, akan menghasilkan pola kebudayaan denganciri-ciri serupa dengan asumsi Dr Bourguignon.

Lalu, apa pasal dengan kondisi masyarakat kita? Kalau refleksi teoretis tersebut digunakan untuk memandang masyarakat kita, mungkin kita dapat turut menjelaskan secara tidak langsung, mengapa berbagai kejadian marak beberapa tahun terakhir.

Tawuran terjadi tidak lagi hanya antarpelajar SMA, tetapi kini sudah melibatkan anak-anak SD hingga mahasiswa perguruan tinggi. Bahkan di kalangan para wakil rakyat kita yang amat terhormat juga terjadi tawuran antarkelompok.

Kalau dahulu, ketika masa ujian, sebagian siswa membuat kertas contekan kecil yang diselipkan di lengan baju, di lipatan celana, atau bahkan ditulis di tangan atau dipaha, sekarang teknologi SMS juga berguna untuk mendukung upaya itu. Dalam konteks yang lain, korupsi tidak dilakukan sendirian karena menjadi satu dengan kolusi dan nepotisme yang tak lain adalah kolektif sehingga ada orang membuat istilah baru, korupsi berjamaah.

Maka, terlepas dari isu provokator yang populer semenjak beberapa tahun yang lalu, barangkali kita sangat perlu mengkaji akar dari persoalan ini sehingga memahami apa yang harus berubah atau diubah. Mungkin pemahaman tentang budaya pendidikan kita selama ini secara lebih luas dapat menjelaskan sesuatu.

Anggota Forum Kajian Antropologi Indonesia, Pengajar pada Departemen Antropologi FISIP-UI

Thursday, March 29

Catatan Lapanganku


Selasa sore rencana saya bertemu dengan informan baru, adik dari Dias, informan yang minggu lalu saya wawancarai. Namun sebelum waktunya saya dapat kabar kalau batal. Selesai kuliah aku sengaja ke mall untuk sekedar ambil foto. Aku lewat belakang mall, dari depan fakultas kesehatan masyarakat UI. Karena hari sudah mulai agak sore saya cuma ambil setting lokasi foto di dalam saja. Dari lantai 3 atas tempat biasa saya ketemu informan, saya langsung ke lantai bawah. Situasi dalam mall dan beberapa gerai tengah mall juga saya foto.

Karena baterai drop aku kembali isi dan rencana balik. Tiba-tiba dalam perjalananku pulang, aku dapat sms kalau dias sudah dapat gantinya, ditunggu ditunggu jam 6 di mall, di tempat biasa. Aku langsung siap-siap di kos dan secepatnya kembali ke mall. Aku naik ojek biar tidak ribet dan cepat sampai tujuan. Jam menunjukkan hampir pukul 19.00 malam.

SUKA KOLEKSI AKSESORIS DAN BAJU
Sejak dia tinggal di Tangerang ia sudah suka mall. “Dulu waktu SMP di Tangerang aku sering ke mall, setiap habis sekolah aku senang jalan-jalan di mall”, katanya. Sampai sekarang juga setelah pindah ke Depok dia masih tetap suka ke mall, namun tidak tiap hari. Ketika saya tanya ngapain pergi ke mall, jawabnya, “ya cuci mata, kalau lagi tidak ada duit ya cuma keliling gitu” katanya. Namanya Ayu, anak tunggal dari bapak asal Kuningan dan Ibu dari Sidoarjo, sekarang tinggal di Vila Santika Tanah Baru Depok. Sekolah di SMA Sejahtera I Depok kelas 1 SMA.

Di mall ia suka cari berbagai macam model baju yang lagi tren dan aksesoris untuk koleksi. Suka warna pink, dan koleksi boneka Barbie. Semua aksesorisnya semua berwarna pink. Dari gaya berpakaian saat itu walau masih pake seragam sekolah dengan rok sebatas paha dan bajunya dikeluarin, warna pink dominant pada seluruh aksesoris yang ia pakai. Dari atas, antingnya sampai jam tangan, gelang, tasnya, kaos kakinya semuanya berwarna pink. Saya tentang kamar dan barang-barangnya apakah juga berwarna pink, jawabnya yaa dong. Mulai gorden, selimut, sprei dan lain-lain. Dalam urusan baju nampaknya remaja ini suka yang tidak ribet alias suka yang fleksibel. Ia selalu ikutin informasi mengenai trend an gaya busana dari media-media yang ada. Akunya ia sudah punya tempat-tempat boutique dimana ia suka menemukan baju-baju kesukaannya.

Gaya hidup dan tuntutan kehidupan sosial yang membuat benda seperti baju-baju koleksinya Ayu menjadi semacam totem (dalam pemahaman tradisional) untuk mengkomunikasikan identitas sosial yang mencolok. Di dunia modern ini, sistem pakaian sudah bergeser fungsinya sebagai penutup atau menghangatkan badan, tetapi sebagai kode simbol yang digunakan pemakainya untuk mengkomunikasikan keanggotaan mereka dalam kelompok sosial, menurut Sahlin ketika bicara tentang totemisme di zaman modern ini. Dengan model pakaiannya Ayu berpikir dan berusaha menstandarkan dirinya bahwa ia adalah seorang remaja putri yang berkecukupan, modist, tidak ketinggalan jaman dan cukup trendi. Ia tidak sama dengan penjual makanan di pasar atau tidak berperan hanya sebagai ibu rumah tangga. Selain itu ia cukup percaya diri dan senang dengan warna pink. Di sekolah ia ikut beraktifitas sebagai pengurus OSIS bidang tata usaha dan kewirausahaan.

PERAN KONTROL KELUARGA PERLU
Jika ada waktu kosong dia bersama temannya main ke mall. Masuk sekolah siang pukul 13.00 dan pulang pukul 17.00. Biasanya dia tidak langsung pulang, tapi jalan-jalan dulu. Ortu juga pasti pulang malam, karena dari Jakarta tempat kerja ke rumah di Depok memakan waktu 3 jam. Biasanya kalau mau jalan dia beritahukan dulu pada ortunya. Komunikasi terus ia lakukan jika mau bepergian apalagi jauh jaraknya. Proses infantilisasi (infantilisation) dimana seorang remaja masih belum bisa independen dalam hal ekonomi dan masih bergantung pada ortunya sehingga budaya sang remaja masih dapat dikontrol oleh ortunya”, hal ini berjalan baik dengan ia dengan ortunya. Kadang pula ia ditemani oleh ibunya jalan-jalan di mal. Sebagai anak tunggal ia lebih dibebaskan untuk berinisiatif cari kepuasan sendiri tapi tetap kontrol dari ortu tetap berjalan.

Tempat yang Ayu sukai untuk jalan-jalan adalah di Blok M dan di Mangga Dua. Di dua tempat tersebut banyak macam-macam koleksi yang ditawarkan. Dari yang aksesoris sampai dengan aneka model baju, sangat variatif. Sesekali ditemani dengan temannya, pada weekend dia pergi. Semua boutigue favorit dia, sudah terdaftar betul di kepalanya dan ada semua di nomor handphonenya seperti G. Dorens, Princess, Sakura, dan masih banyak lagi. “pokoknya di lantai empat di mangga dua mall disitulah pusat boutique”, kata dia. “kan murah-murah tapi berkualitas, kalau yang di mallnya ada pusat handycame, computer, biasa bokap nyokap beli untuk dikirim” tambahnya. Peran orang tua sebagai pemeran utama dalam pendidik anak harus paham betul bagaimana mendidik para remaja yang masih labil emosi dan sensitif. Keluarga pada keluarga Ayu, yang saya juga belum bertanya mendalam, kelihatannya demokratis dalam arti masih dalam kontrol orang tua. “ketika saya penasaran mau pake perching, aku dilarang, karena sakit katanya. Trus ketika aku coba pake tato yang hanya berumur 2 minggu, saya pun dimarahi”, ceritanya.

MEMBUAT CITRA DIRI
Jika ke mall bersama ibu ia suka jajal makanan yang aneh-aneh. Tapi kalau usai sekolah ia lebih suka pergi ke ITC Depok sebab banyak aksesoris di sana dibanding mall-mall lain di Depok. Tapi terkadang di keliling dari Gramedia dulu kemudian ke Detos, lalu ke Margo, trus ke Mal Depok dan terakhir di ITC lalu pulang ke rumah.

Masalah perawatan tubuh ia banyak contoh dari ibunya. Seperti masuk salon ketika ia rasa rambutnya lagi bermasalah atau istilahnya “bad hair dry”. Biasanya hanya satu atau dua minggu sekali. Hal-hal lain yang ia sukai adalah seputar dunia olahraga. Khususnya sepak bola ia sangat suka dengan club Chelsea dari Inggris, ungkap remaja putri yang memakai Nokia 93ai sebagai alat komunikasinya. Namun sayang sore itu lagi drop batereinya, lupa di-charge sebelumnya.

Dalam penampilan ia juga sesuaikan dengan gaya anak muda. Ia mengakui banyak dapat informasi dari majalah-majalah atau televisi tengan fashion. Ia melihat dan mengetahui apa yang sedang hangat dalam fesyen, bagaimana memperolah pakaian yang sesuai, bagaimana cara berpenampilannya. Pada akhirnya Ayu akan melihat pada citra fesyen juga sebagai tindakan konsumtif. Tindakan konsumtif ini bisa dianalogkan pada pengertian narsisisme, yang mengevaluasi ulang secara positif sumber kesenangan yang spesifik feminin seperti pakai aksesoris (anting, gelang, kalung dan pernak-pernik) masuk salon, atau bahkan hobi seperti nonton bola oleh Ayu juga bisa dikategorikan pada hal yang sama.

BUDAYA LEISURE TIME
Belum banyak aktivitas yang ia ikuti di luar sekolah. Meski dia sudah survei di beberapa tempat, namun belum dapat juga. Dulu di Tangerang dia sempat kursus bahasa Inggris di BBC.

Sebagai anak tunggal dia tidak pernah merasa kesepian di rumah. Ada saja aktivitas yang ia lakukan. Kalau lagi tidak ada kegiatan apa-apa, dia suka nonton tv. Acara yang ia sukai yaitu wisata kuliner yang dibawakan oleh Bondan Prakoso dan sinetron Intan. Selain itu kadang-kadang ia pergi ke warnet. Kalau sudah di warnet ia betah sampai sejam dua jam. Situs yang sering ia buka adalah friendster. Selain itu kalau jalan malam ia minta ijin dulu ke ortu. Dia tidak pernah menginap di rumah teman.

Kemudian ia memberikan tips bagaimana jika gadis remaja mau pergi ke mall; “Kalau mau belanja ke mall rambutnya dikuncir karena udara panas, kalau pakai baju tidak usah ribet-ribet agar mudah kalau ingin mencoba baju baru, makan di rumah supaya tidak pingsan, terus pake celana pendek sedengkul atau di atas dengkul tergantung udaranya”, begitulah tips yang ia dapat di majalah dan senantiasa ia praktekkan ketika mau pergi ke mall.

Budaya kapitalisme yang tengah menyerang dan melanda di Indonesia menciptakan budaya pada masing-masing kelas ekonomi, ras dan jenis kelamin. Masa luang atau kosong (leisure time) cenderung diarahkan pada kepuasan-kepuasan pribadi seperti nongkrong di kafe, nonton bioskop, pergi ke mall, dan lain-lain. Sedangkan para remaja yang masih kurang banyak pengalaman cenderung mengambil kesempatan tersebut dari informasi global yang masuk dari mana saja, dari media, dari iklan, dan lainnya, sesuai dengan pilihan hatinya. Namun menurut Clark dan Critcher (1985) punya argument bahwa waktu kosong pada masyarakat kapitalisme tidak hanya berurusan dengan pilihan yang sederhana, atau peran identitas, tapi cenderung pemaksaan pada kelas, ras dan jenis kelamin.

Melihat cara Ayu dalam menggunakan waktu kosongnya dengan jalan di mall, pergi ke salon, nonton, online di warnet dan lainnya, memperlihatkan globalisasi dan implikasi dari budaya kapitalis yang tengah melanda para remaja.

Depok Town Square
Selasa, 27 Maret 2007

Andi R. Arifianto

Monday, March 19

BUDAYA FUN BERGOSIP


Sungguh tidak etis membeberkan aib orang lain. Cukuplah seorang dengan kearifannya, melihat aibnya sendiri dan berusaha memperbaikinya. Ironisnya hal yang privat seperti ini sudah menjadi konsumsi publik. Menjadi suatu berita yang laku. Memperoleh rating pembaca, penyimak dan pendengar yang paling tinggi bersaing dengan berita kriminal dan politik. Simak saja aneka macam acara infotainment di televisi-televisi. Ada insert (info selebritis), kiss (kisah seputar selebritis), dan lain-lainnya.

Apa manfaatnya. Sebagai pendidikan atau pelajaran bagi lainnya. Menurut saya tujuan itu terlalu mengandai-andai. Telah banyak pelajaran moral dari orang tua, dari guru sekolah maupun dari guru agama kita. Tidak baik membeberkan aib orang lain atau mencari-cari kesalahan orang lain. Bukankah kita diminta untuk meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan tidak mendatangkan kebaikan buat diri kita.

Pesan religi ini harap dipertimbangkan : “Jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”. Ini menandakan perbuatan ini banyak membuat korban yang dibicarakan sakit hati dan nelangsa. Bagaimana tidak, kekurangan, kelemahan, kejelekan dirinya diketahui oleh orang banyak. Sikapnya akan tidak normal lagi terhadap dirinya disebabkan isu tadi.

Kalau dipikir-pikir ini adalah perbuatan jahat dan mendatangkan dosa. Akan lebih baik ia bermuhasabah diri. Bukankah dia juga punya kelemahan, kekurangan, kejelekan, aib dan dosa. Setiap manusia dikaruniai kelebihan, di saat yang sama juga diberi kekurangan dan kelemahan. Disitulah letak ketidaksempurnaan manusia, walau Tuhan menciptakan manusia sebaik-baik ciptaannya. Tapi ia akan menjadi buruk bahkan lebih buruk lagi dari binatang jika ia tidak menggunakan berbagai karunia Ilahi yang tak ternilai harganya untuk selalu berbuat baik. Punya mata tapi tak melihat. Punya telinga tapi tak mendengar. Punya akal tapi tak berpikir. Subhanallah

Namun hukum karma akan berlaku di sini. Ingat pesan Tuhan bagi yang dapat menyembunyikan aib saudaranya niscaya aibnya sendiri akan disembunyikan. Dan barangsiapa yang seenaknya membuka aib orang lain, suatu saat nanti aibnya juga akan diketahui orang lain. Wallahu a’alam bisshawab.

Tulisan di bawah ini adalah tulisan Bapak Kyai saya, KH. Hasan Abdullah Sahal mengenai hal gosip dan perlu dibaca.

BAHAYA GOSIP

Firman Allah SWT.
“Dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan sebagian yang lain. Adakah seorang diantara kamu suka makan daging saudaranya yang mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kapadanya”.

Nabi Muhammad Saw bersabda: “Diam itu bijaksana dan sedikit pelakunya”.
Ibnu Mas’ud berkata: “ Demi Alloh yang tiada tuhan selain Dia, tiada sesuatu yang lebih perlu ditahan dalam waktu lama daripada lidah.”


Beberapa kejelekan lidah:

Pertama: bicara yang tidak berfaedah.karena telah menyia-nyiakan waktu.
Rasululloh bersabda: Termasuk kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak perlu baginya.

Kedua: kelebihan bicara.
Rasululloh bersabda: beruntunglah orang yang menahan lidahnya dari bicara yang berlebihan dan membelanjakan kelebihan hartanya.

Ketiga: berbicara tentang kebatilan dan maksiat.
Alloh berfirman: Dan adalah kami membicarakan yang batil bersama orang-orang yang membicarakannya. (Al-Muddatsir:45)

Keempat: Perdebatan dalam menyebut hal-hal terlarang yang sudah ada atau merencanakan untuk melakukan perbuatan terlarang.
Nabi bersabda: Jangan mendebat saudaramu dan jangan bergurau dengannya serta jangan menjanjikan sesuatu, lalu engkau mengingkarinya.

Kelima: Permusuhan.
Dari Aisyah Rosulullah bersabda: Orang yang paling dibenci Alloh adalah yang paling keras permusuhannya.

Keenam: berlebih-lebihan dalam berbicara dengan memaksakan sajak dan membuat-buat.
Nabi bersabda: Aku dan orang-orang bertaqwa dari umatku bersih dari memaksakan diri. Dari Fatimah Rosululloh bersabda: Sejahat-jahat umatku ialah orang-orang yang diberi kenikmatan, memakan berbagai macam makanan dan memakai berbagai macam baju serta berlebih-lebihan di waktu berbicara.

Ketuju: memaki dan berkata keji.
Nabi Saw bersabda: Janganlah kamu berkata keji, karena Alloh tidak menyukai perbuatan dan perkataan keji.

Kedelapan: laknat terhadap hewan, benda mati dan manusia.
Nabi Saw bersabda: Orang mukmin itu tidak suka melaknat.

Kesembilan: nyanyian dan syair.
Nabi bersabda: penuhnya perut diantara kalian dengan nanah lebih baik baginya dari pada dipenuhi syair.

Kesepuluh: senda gurau.
Nabi Saw bersabda: Jangan mendebat saudaramu dan jangan bersenda gurau dengannya.

Kesebelas: mengejek dan mengolok-olok.
Alloh SWT berfirman: Janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain.

Keduabelas: menyebarkan rahasia.
Nabi Saw bersabda: pembicaraan diantara kamu adalah amanat.

Ketiga belas: Janji dusta.
Alloh SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu (Al-Maidah:1)

Keempat belas: dusta dalam perkataan dan sumpah.
Nabi saw bersabda: Sesungguhnya dusta adalah satu pintu dari pintu-pintu munafik.

Kelima belas: Ghibah (menggunjing orang)
Nabi saw bersabda: Janganlah kamu melakukan ghibah, karena ghibah itu lebih berat dari pada zina, sebab apabila orang berzina, lalu bertobat, maka Alloh menerima tobatnya, sedang pelaku ghibah tidak diampuni dosanya hingga dimaafkan oleh orang yang digunjingkannya.

Keenam belas: namimah (mengadu domba)
Dikatakan dalam sebuah hadist: Tidak masuk surga orang yang kerjanya mengadu domba.

Ketujuh belas: pembicaraan orang yang mempunyai dua muka (munafik), ikut sana ikut sini.
Dari Amar bin Yasir Nabi saw bersabda: Barang siapa mempunyai dua wajah di dunia, ia pun mempunyai dua lisan dari api di hari kiamat.

Menggunjing (ghosib)
Rosululloh saw bersabda dalam hal pergunjingan: Menggunjing adalah ketika kamu menyebut orang dengan kekurangan tubuh, keturunan, perbuatan, perkataan, agama, dan dunianya sampai kepada pakaiannya.
Sebuah riwayat menceritakan bahwa ada seorang wanita pendek datang pada Nabi saw, untuk memenuhi keperluannya. Setelah dia keluar berkatalah Aisyah “Alangkah pendeknya perempuan itu.” Lalu bersabdalah Nabi saw: “Engkau telah menggunjingnya hai Aisyah.” Kemudian Nabi saw melanjutkan sabdanya: “Takutlah kamu pada pergunjingan, karena di dalamnya terdapat tiga macam bencana, yaitu tidak dikabulkan do’a bagi orang yang melakukannya, tidak diterima kebajikannya, dan bertumpuklah kejahatan-kejahatan dalam dirinya.”
Dari Anas bin Malik ra. Dia berkata, Rosululloh bersabda: “Pada malam aku diisro’kan aku melewati beberapa kaum yang mencakar mukanya dengan kuku-kukunya sendiri dan makan bangkai. Aku bertanya.”siapa mereka itu hai Jibril?” Dia berkata,”Mereka itu adalah orang-orang yang suka makan daging manusia ketika diduna (menggunjing)”.
Hasan ra. Berkata: ”Demi Alloh, sesungguhnya pergunjingan lebih cepat merusak agama seseorang daripada penyakit yang merontokkan pada jasad manusia”.

Yang diperbolehkan dalam Ghibah
Seseorang dalam melakukannya harus mempunyai tujuan yang benar menurut syara’. Antara lain:
1. Mengeluhkan kedzoliman, seperti orang yang mengeluhkan kedzoliman seorang hakim.
2. Meminta tolong untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang durhaka kepada kebaikan.
3. Meminta fatwa dengan mengatakan “Ayah atau saudaraku mendzalimiku dalam anu, maka bagaimana jalannya untuk melepaskan”. Sindiran dengan cara seperti ini lebih selamat.
4. Memperingatkan kaum muslimin terhadap kejahatan. Rasulullah Saw bersabda ,”Sebutlah keburukan-keburukan orang kafir untuk memperingatkan orang-orang terhadapnya.”
5. Bilamana ia dikenal dengan nama seperti Al-A’raj (sipincang) atau Al-A’masyi (sirembes), maka perkataan itu tidak dilarang.
6. Berbuat kefasikan terang-terangan minum khamar.

Wallahu a’lam bisshawab

Monday, March 12

Gempa di Padang


Beginilah gambaran gempa yang terjadi di Sumatera Barat. Bedanya dengan Yogyakarta, terletak pada medannya. Di Ngarai Sihanaouk, bukit yang curam dan rumah-rumah penduduk di atasnya nyaris longsor ke kedalaman jurang yang cukup tinggi. Sebuah pemandangan yang tragis. Belum lagi beberapa kawasan yang jaraknya satu sama lain berjauhan dan medan yang sulit.
Gempa yang berkekuatan 5,8 Skala Ricther mengakibatkan hampir seluruh kabupaten di Sumbar rusak. Hanya kota Padang saja yang tidak terlalu parah. Wasekjen DPP PPP, Husnan Bey Fananie, beserta rombongan dari Jakarta membawa bantuan untuk korban gempa. Bantuan berupa aneka makanan, beras 10 ton, sarung, dan kebutuhan lainnya, dibagikan di wilayah sekitar danau singkarak, tanah datar, dan Solok. Kesulitan medan yang membuat tidak bisa ke Payakumbuh dan Padang Panjang.
Lain di Sumatera Barat lain di Manggarai. Gempa yang terjadi di Manggarai NTT telah menimbulkan banyak kerusakan. Belum banyak bantuan yang datang disebabkan oleh sulitnya medan. Banyak longsoran-longsoran tanah yang membuat jalan putus dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan. Semoga para korban gempa diberi ketabahan dan kekuatan dalam menghadapi musibah ini. Sebab di balik musibah pasti ada hikmah yang tersembunyi yang khusus diberikan pada mereka yang berusaha untuk bangkit kembali.
"Dan musibah menimpa mereka, mereka berkata 'Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali pada-Nya' ".

Thursday, March 8

Kyai juga manusia


“Ustadz juga manusia”. Begitulah judul sinetron di salah satu stasiun tv. Pesan yang ingin disampaikan bahwa sekarang sudah tidak zamannya lagi untuk fanatisme buta pada seseorang atau pada golongan tertentu. Seolah-olah sekarang sangat sulit mempercayai orang lain. Sampai-sampai pada setingkat ustadz sekalipun, maksudnya kita tidak serta merta menelan mentah-mentah apa yang disampaikannya. Dunia kultus mengkultuskan diri sekarang sudah tidak zamannya lagi. Barangkali yang terjadi pada Gusdur juga demikian.

Saya jadi ingat pemikiran Erving Goofman tentang presentasi diri. Bahwa kehidupan ini layaknya permainan teater di panggung. Ada aktor pemainnya, ada skenario yang diperankan. Jadi hidup ini bagai permainan drama, atau yang ia sebut dengan pendekatan dramaturgi (dramaturgical approach). Ada front stage (panggung depan) dan ada back stage (panggung belakang). Di panggung depan ia berperan laksana pangeran yang agung, tapi ketika berada di belakang panggung ia hanyalah seorang gembel.

Contoh di atas bisa kita analogkan kepada kehidupan seorang ustadz. Ketika berhadapan dengan jama’ahnya dia berkarakter seolah-olah the king can do no wrong. Apa yang keluar dari mulutnya adalah sesuatu yang sudah melekat pada dirinya, menurut penilaian jama’ahnya. Namun ketika di belakang, atau setelah tidak di depan jama’ahnya, ia seakan bebas dan berbuat apa semaunya. Namun tidak semua seperti itu. Masih ada beberapa ustadz yang terus istiqamah dan menjaga komitmennya. Takut terhadap ayat yang akrab di telinganya “kabura maqtan ‘indallahi an taquuluu maa laa taf’aluu”.

Pada Kyai yang di foto ini (pemegang gitar), saya sangat mengaguminya. Bukan berarti saya mengkultuskannya. Kekaguman saya sebatas respek dan yaa kagum terhadap apa yang selama ini saya dapatkan dari kontak dan hubungan dengan beliau. Ust. Hasan, begitu orang-orang memanggil, lengkapnya KH. Hasan Abdullah Sahal. Di luar lebih dikenal dengan panggilan kyai Hasan. Seorang kyai yang keras dan tegas, namun juga ada sisi kelembutan dari dirinya. Keras tegas jika sudah menyangkut urusan aqidah atau masalah yang tidak sesuai dengan sunnah pondok yang tidak bisa ditolerir lagi. Akan lembut jika di tengah-tengah keluarga. Bukan hanya itu saja, di beberapa moment di luar tugas pondok beliau juga sangat welcome. Terbuka untuk dialog dan bicara dari hati ke hati.

Sebagai kyai Pondok Modern Gontor, beliau bukanlah seperti kyai pesantren lainnya. Hanya menjaga santrinya atau di pondok saja, atau dikenal dengan kyai lokal. Buktinya beliau juga sering diundang di beberapa acara di luar pondok. Bahkan hampir tiap tahun beliau diundang oleh beberapa KBRI di luar negeri untuk mengisi kegiatan ramadhan di perwakilan Indonesia tersebut. Seperti di Jepang, Belanda, Korea, Australia, bahkan yang terakhir kemarin di Amerika Serikat. Kalau kayak begini bukan lokal lagi, bahkan sudah internasional.

Kesalehan dan ketawadluannya di tengah keluarga pondok telah membuat diri dan keluarganya seakan-akan tidak dipusingkan oleh berbagai interes pribadi yang banyak bermunculan. Hal-hal yang sensitif seakan-akan dihindari demi untuk kemaslahatan bersama. Dalam membina keluarga juga demikian, sangat demokratis. Beliau bersama istrinya yang bernama Siti Abidah Mufarrihah, membebaskan anak-anaknya untuk menimba ilmu dimana saja. Asalkan sudah mendapat ilmu dasar dari pondok atau harus mondok dulu di mana baru setelah itu memilih dimana mau sinau. Beliau juga tidak mewajibkan anaknya untuk menjadi kader pondok. Kelihatan dari anak-anak yang berprestasi dengan aneka latar belakang pendidikan yang berbeda. Kreatif, cerdas dan berprestasi, begitulah terlihat dari hasil demokratisasi yang beliau tanamkan pada pendidikan anak di keluarga. Jika sudah berkeluarga nanti, ingin rasanya belajar bagaimana ngurus keluarga kepada beliau.

Dalam foto, beliau sangat enjoy sekali main musik bersama ust. Husnan dan violist asep. Sebab dulu ketika masih nyantri beliau juga jago musik. Bukan hanya musik, pada dunia olahraga yaitu sepakbola beliau juga jago. Pokoknya menurut saya, depan panggung maupun belakang panggung, beliau tetaplah seorang kyai. Tidak dibuat-buat bahwa dirinya adalah seorang kyai. Yang pasti tidak ada mistifikasi disitu, maksudnya sebagai seorang kyai beliau tidak menjaga jarak dengan santrinya dengan demikian secara otomatis beliau tidak mau ada kultus apalagi fanatik terhadap dirinya. Fungsinya di mata santri tidak hanya sebagai pimpinan pondok saja, tapi sebagai bapak, pengasuh atau bahkan sebagai tempat sharing.

Kabar yang heboh adalah beliau sudah berhenti rokok. Sekarang sampai beberapa minggu ke depan, beliau bersama ibu tinggal di Jakarta dalam rangka berobat. Kita doakan bersama semoga cepat sembuh dan kembali ke pondok dengan sehat. Khususnya ibu yang menderita sakitnya selama sepuluh tahun terakhir ini. Semoga di Jakarta ini beliau dan ibu menemukan kesehatannya kembali. Sehat lahir dan batin. Amin

Gandul, 9 Maret 2007

Sunday, March 4

Ana Maridl Kawan



Memang sakit sebuah anugrah yang mesti kita syukuri. Allah memberi kita sakit dengan hikmah di baliknya. Hanya orang tertentu saja yang mengetahuinya.

Ternyata dalam tubuh kita perlu keseimbangan. Antara nutrisi, tenaga dan pikiran, olah jiwa dan spirit, serta istirahat. Jangan sampai satu sama lain berlebihan. Semuanya kudu dipenuhi secara proporsional. Ibarat mobil yang terdiri dari beberapa komponen, jika salah satu ngadat maka mobil juga tidak bisa jalan. Begitu pula manusia, namun kesamaan itu hanya sebatas fungsi fisik dan organ tubuh saja tidak dalam hal produktivitas. Sebab manusia bukanlah mesin yang bersifat mekanis. Ia merupakan makhluk yang dengan akalnya dapat berkreatifitas dan berkarya.

Sudah lama tidak saya tidak menulis lagi. Setelah hangar bingarnya muktamar. Kegiatan lain sudah banyak yang nunggu. Namun kuliah menjadi prioritas utama. Semester kali ini memang berat. Disamping jumlah materi yang lebih banyak, dari segi bobot materi juga lebih berat. Mau tidak mau harus banyak referensi yang dibaca. Padahal saya merasa tidak istiqomah dalam hal ini (baca membaca). Meskipun begitu aku paksain juga.

Entah sudah berapa ratus ribu aku habiskan untuk beli dan fotokopi buku referensi. Bahkan setiap hari ada saja buku yang harus ku beli atau fotokopi. Tapi itulah konsekwensi menjadi mahasiswa paska sarjana. Almost every reference are written by English. Oh my God. Allahumma –r-zuqnaa ‘ilman wa –r- zuqnaa fahman.

Dua minggu yang lalu seluruh redaksi majalah Pakar mengadakan rapat di Puncak. Meski fisik masih belum fit benar setelah berhari-hari di Ancol untuk muktamar PPP, tapi harus ikut juga. Dari tiga hari yang direncanakan, masa efektif untuk rapat hanya 4 – 5 jam saja. Sisanya kita pakai untuk istirahat dan main gaplek. Cukup seru juga. Intinya kita mau refreshing di situ. Namun ada beberapa keputusan penting juga mengenai majalah Pakar. Seperti penggantian nama majalah, pembentukan badan usaha, dan pencarian investor baru. Semoga saja terealisasi apa yang telah menjadi kesepakatan bersama waktu itu.

Kamis 15 Februari 2007, sore itu hujan tidak berhenti-henti turun. Meski sejak siang sudah turun hujan. Saya bersama teman-teman tengah mengadakan penelitian di Shopping Center, Margo City dan Depok Town Square. Aku baru ingat sore itu sebelum pulang kalau belum makan siang. Namun pikirku tanggung entar saja di rumah. Sambil nekat naik montor dalam keadaan hujan gerimis. Angin sangat sore itu sangat menusuk sekali. Malam harinya baru ambruk, badan menggigil. Subhanallah. Demam dan panas.

Panas badan tidak turun-turun. Akhirnya aku ambil inisiatif untuk cek darah, meski dalam hati wah akan keluar duit banyak nih. Mana sudah aku alokasikan untuk beli buku lagi. Alhamdulillah hasilnya negatif, artinya tidak gejala demam berdarah. Aku dikasih resep yang aku kira nebus resepnya yah nggak mahal-mahal amat. Ternyata hampir 200 ribu untuk nebus obat. Tapi baru diminum sekali, aku sudah bisa jemput KH. Hasan Abdullah Sahal dan Ibu, waktu itu hari Minggu rencana mau datang ke rumah ada pesta kecil-kecilan, ulang tahunnya bu Diana Husnan. Rupanya di rumah sudah ada rombongan dari pondok, Ust. Hidayatullah, Bu Nihayah, Pak Amal dan Ibu, serta Ust. Dimas (Dihyatun Masqon). Wah seru, mana Ust. Hasan main gitar ngeband sama ust. Husnan serta diiringi violis Asep Afandi. Hujan deras tidak mengurangi guyonan yang terus mengalir dari bos eksentrik dari Gontor itu.

Esok harinya badan ini masih aja panas. Aku pikir, oh ya kemarin kan baru minum resep obat. Meski kelihatan sudah agak membaik. Namun waktu itu (hari Minggu) seharusnya aku harus juga istirahat. Tapi ya mau kedatangan tamu dari Gontor, gimana lagi dong. Akhirnya aku putuskan untuk berobat ke mbak Sekar, tempat orang-orang Gontor termasuk Pak Amal dan Pak Woh juga berobat. Sebetulnya aku sudah lama tahu tempat tersebut dibanding asatidz dari Gontor. Tapi kali ini aku terbetik untuk serius berobat. Ternyata setelah diperiksa aku dikasih tahu penyakitku. Wah lumayan juga sakitnya dan harus cepat ditangani. Biar fit kembali badan. Penyakit itu (tidak bisa saya sebutkan di sini) akibat pola hidup saya yang tidak teratur, khususnya dalam kegiatan dan kesibukan yang aku jalani siang malam. Harus ada jadwal kapan harus kerja dan kapan harus istirahat. Jangan terlalu diforsir dan memberatkan pikiran. Bikin enjoy aja lagi.

Itulah diantara hikmah saya sakit. Alaitu ala nafsi li atruka kullu madza yafsudu wa yuhliku nafsy. Nutrisi dan gizi juga harus diperhatikan. Kegiatan yang anda jalani tidak diimbangi oleh nutrisi yang cukup, begitulah salah satu nasehat mbak sekar. Lain halnya kalau bu Nihayah ketika ketemu di tempat berobat itu, “wah ust. Andi ini sakitnya obatnya cuma satu yaitu nikah, gimana undangannya ust? Heee hee ada aja ibu ini, la wong belum jelas udah nanyain undangan. Doakan dong bu.

Kemarin hari minggu kita menghadiri undangan ulang tahun bu Hertini Adiwoso yang ke 80 tahun. Luar biasa nenek ini. Kita kenalan di bangku kuliah. Eh ternyata teman kuliah nenek-nenek. Tapi semangatnya masih empat lima. Bayangkan di usianya yang sebegitu tua, beliau masih semangat nyangklong tas ikut kuliah sama-sama kita. Luar bisa, she is really tough. Ia adalah istri mantan dubes yang sekarang telah meninggal yaitu bapak Adiwoso. Dikarunia putra-putri 5 dan cucu ada 11 orang. Ia kelihatan masih segar ketika acara, dan yang luar biasa adalah memory yang dulu masih teringat. Bercanda dengan teman-temannya (yang ketika itu juga hadir) bahkan masa-masa pacarannya dulu juga diceritakan.

Pulangnya saya mampir di Islamic Book Fair yang ke6 di Istora Senayan Jakarta. Berbagai penerbit nasional hadir disitu, khususnya yang menerbitkan buku-buku Islam. Nampak juga dua bos besar toko buku, Gunung Agung dan Gramedia juga hadir. Acara berlangsung dari tanggal 4 – 11 Maret, diisi dengan berbagai macam acara menarik, dari bedah buku sampai talkshow mengenai masalah-masalah kontemporer. Aku beli buku tentang Islamic business ethic dan Metode Penelitian. Sebenarnya aku ingin dapat buku tentang sosial politik tapi buku-buku tersebut terbatas, sebab mayoritas yang dibawa adalah buku-buku islami.