Berita miris itu terus menerus diulang di layar kaca. Seakan-akan ingin menegaskan bahwa negara kita ini masih patut untuk dikasihani. Betapa tidak, tragedi kemiskinan itu kembali terulang. Kalau berita-berita kemiskinan sebelumnya banyak yang menampilkan kematian karena gizi buruk atau terlantar karena tidak sanggup membayar biaya rumah sakit. Baru-baru ini, peristiwa yang terjadi justru berbeda, ingin menyelamatkan orang miskin tapi malah bikin menderita.
Dapat dibayangkan, hanya demi uang 30 ribu rupiah 6000-an orang yang mayoritas sudah tua renta rela berdesakan dan akhirnya beberapa orang tewas karena habis nafas dan terinjak-injak. Padahal pembagi uang saat itu niatnya baik yaitu ingin mengeluarkan zakat dan berbagi sedekah. Tapi terkadang niat yang baik tanpa disertai perhitungan dan kewaspadaan hasilnya akan berbalik 100 %. Bayangan pahala yang sudah di depan mata seakan kemudian sirna, saat diketahui ada 21 nyawa melayang tanpa ampun dan puluhan lainnya luka harus dirawat di rumah sakit. Astaghfirullah
Peristiwa itu terjadi Senin siang, 15/09/2008, di Pasuruan, sebuah
Sebuah ironi di mana di saat yang sama Jawa Timur sedang menyelenggarakan pilkada dengan dana milyaran, di sisi lain masih banyak warga yang kekurangan mengharapkan uluran tangan. Momentum puasa untuk menghaluskan jiwa dan ikhlas “berbagi” nampaknya belum menghujam sasarannya. Masih saja kita saksikan para calon pemimpinnya buang-buang duit milyaran untuk berkampanye lewat televisi. Bukankah dengan dana tersebut akan lebih bermanfaat dan berguna jika disedekahkan kepada fakir miskin. Tentunya dengan cara yang patut tidak harus berdarah-darah bahkan sampai rela mempertaruhkan nyawa hanya demi 30 ribu rupiah.
Dengan kejadian tersebut sontak menjadi perhatian bagi seluruh warga Indonesia. Betapa berharganya uang senilai 30 ribu. Demi uang tersebut kaum fakir miskin rela berdesak-desakan, berhimpit-himpitan, berpanas-panasan, bahkan sampai terinjak-terinjak dan meregang nyawa di tempat. Kalau sudah terjadi demikian, siapa yang salah? siapa yang harus bertanggungjawab? siapakah yang akan mau menanggung biaya rumah sakit bagi mereka yang terluka parah? Wallahu a'lam.
Saat menonton berita tersebut, tak putus-putusnya saya menyebut kalimat istighfar, astaghfirullah. Ya Allah, kenapa ini bisa terjadi. Suatu kecerobohan yang harus dibayar dengan puluhan nyawa. Saat tubuh-tubuh yang tak bernyawa itu diangkat satu persatu dan ditaruh di atas mobil bak terbuka, hati ini seakan-akan gerimis "nyesek". Tragedi kemanusiaan apalagi yang hendak Engkau perlihatkan pada kami Ya Allah. Dalam hati bertanya, benarkan isi berita bahwa kemiskinan di negeri ini telah banyak berkurang? ataukah sekedar lips service semata dari para pemimpin negeri ini untuk menutupi kekurangamanahannya? Wallahu a'lam, sudah capek dan jengah dengan gaya-gaya politisi tersebut. Seandainya ongkos politik dapat diswitch untuk pemakmuran rakyat, akankah terjadi tragedi tersebut? tanyalah pada rumput yang bergoyang. Atau andaikan uang Negara yang dikorup oleh para koruptor dipakai untuk kepentingan ini, mungkin kejadian tersebut tidak akan terjadi. Sekali lagi andaikan, tapi berandai-andai dalam bahasa Arab “lau” adalah bisikan dari syaitan. Kita harus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dan tidak boleh berandai-andai.