Wednesday, November 28

Buka Bersama di Mushola Kampung




“Siapa yang memberi buka seorang soim, maka pahala bagi dia seperti pahala puasa yang soim kerjakan, tanpa dikurangi sedikitpun” (Hadits).

Alhamdulillah hari Sabtu sore, seminggu sebelum lebaran, bapak memberi buka puasa untuk para soimin di kampung. Sebelumnya, hari Jum’at, bapak membeli kambing ke desa sebelah, sekalian minta dipotongin dan dicacah-cacah. Besok pagi minta diantar langsung ke rumah. Untuk urusan masak memasak “mbak Utik” sudah dihubungi ibu untuk belanja bumbu-bumbu dan pernak pernik lainnya termasuk kue dan buah untuk ta’jil serta cuci mulut. Sedangkan ibu pagi itu berangkat dulu ke kantor, bapak juga demikian. Siang baru pulang.

Sejak pagi saya sibuk membersihkan rumah. Rumah yang hanya ditinggali oleh Bapak dan Ibu kelihatan kotor sekali. Berdebu tebal dan lantai sering tidak bersih. Maklum rumah kayu dan tidak ada pembantu. Gerakan bersih-bersih sudah saya mulai sejak pagi, sekitar pukul 07.00 kira. Pertama yang saya bersihkan adalah tempat ruang tamu di bagian depan. Semua jendela saya bersihkan. Atap-atap langit saya sapu pakai sapu panjang. Jendela depan pun tidak luput dari serangan saya. Ya Allah banyak sekali debunya, mana panas dan puasa lagi.

Semua kursi dan meja di ruang tamu saya keluarkan semuanya. Sebab kalau hanya di‘sulaki’ saja debunya akan kembali lagi, lebih baik saya cuci sekalian saja. Terakhir saya pel lantai. Beruntung mbak utik juga bantu. Jadi sambil masak juga masih bisa ngepel. Kalau tidak saya sudah harus batalin puasa. Soalnya lemes banget n udah lagi panas-panasnya. Tak terasa udah pukul 12.00 lalu saya lanjut ngepelnya sampai selesai. Saat pulang dari kantor Ibu melarang saya untuk menyudahi ngepel sebab nanti kalau lemes kan lagi puasa. Tanggung bu sebentar lagi, jawabku.

Betul, setelah selesai badan terasa lemas sekali. Bawaannya pingin minum saja, tapi mengingat sore itu mau memberi buka puasa, rasanya tidak tega. Sedangkan bapak saat itu yang ikut-ikutan bantu sudah klenger tidur. Yang saya heran mbak utik tidak kelihatan lemas, ternyata dia batalin puasa, heee….ehh ketahuan loh. Saya sendiri habis itu mengantar motor untuk diservis sebab besok mau berangkat ke Mantingan lalu ke Gontor naik sepeda motor. Setelah mandi saya langsung menggenjot ke rumah lek Fai di samping rumah mbak tyas. Saya minta motor diservis tapi tidak ganti oli sementara dikerjain saya istirahat di tempat mbk tyas. Wah…..semakin loyo saja badan ini. Akhirnya jadi juga batalin puasa. Betul-betul memang sudah tidak kuat.

Sorenya jam 16.00 saya telpon lek Mitro untuk ikut buka di rumah. Sedangkan bulik mitro sudah sejak tadi siang membantu memasak. Setengah lima sudah saya angkutin semua peralatan, dan makan-makanannya ke mushola. Nampak menjelang pukul 17.00 para jemaah mulai berdatangan. Saya belum bolak-balik rumah musola untuk antar-antar. Waktu itu masih belum salat ashar dan mandi. Sedangkan bapak sudah standby di musola.


Suatu kebiasaan yang baik di kampung saya saat ini dibanding kampung sebelah dulu tinggal di sana, orang-orangnya pandai menghargai dan tidak suka menilai-nilai orang atau membicarakan orang. Entah ya, soalnya saya jarang di rumah, tapi itu menurut pendapat saya. Pernah suatu kali, tahun lalu kalau tidak salah, diadakan juga buka bersama di kampung sebelah yang datang cuma beberapa saja. Padahal undangan juga telah disebar. Bukan hanya itu saja. Jika ada kegiatan di musola yang datang hanya orang-orang tua. Setiap harinya ibadah berjama’ah hanya salat magrib, isya’ dan subuh.

Yang penting semua berjalan dengan baik, sosialnya juga dapat hidup berdampingan dengan baik. Semoga tahun depan kita dapat kembali hadir pada bulan mulia Ramadhan dan lebih dapat rizki lagi untuk mengadakan buka puasa bersama.

“Allahumma laka sumtu wabika amantu wa ‘ala rizkika aftortu ya arhama Rohimin”. Posted 27 nov. 2007

No comments: