Monday, January 7

Ke Mantingan - Gontor pas banjir



Senin, 24/12/07


Cuaca siang hari itu tidak terlalu panas. Malah awan sudah ditutup oleh mendung tipis. Cahaya mentari pun seperti ada yang menutupi. Sungguh waktu yang tepat untuk menikmati pemandangan gunung. Maklumlah Sarangan adalah sebuah telaga yang terletak di daerah pegunungan. Termasuk dalam wilayah Magetan.


Ada berbagai alternatif jalan menuju Sarangan. Kalau dari arah Solo atau Mantingan, kita bisa lewat ngawi atau Maospati. Tapi kita lebih memilih jalan pintas lewat Ngrambe atau Walikukun. Meski jalannya tidak seluas jalan Ngawi - Maospati, namun suasana dan pemandangannya lebih menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu, jalan yang akan kita tempuh ternyata lebih singkat.

Pemandangan di telaga Sarangan tidak berubah. Kalau saya hitung, saya sudah hampir sepuluh kali datang ke tempat ini. Hanya saja, sekarang jalan kanan kiri telaga sudah dipadati oleh pedagang kaki lima. Jadi, untuk mengitari telaga dengan mobil kita harus bersabar. Sebab, selain mobil masih ada kendaraan lain yang ikut meramaikan lalu lintas di samping telaga yaitu para pengendara kuda dan sepeda motor.


Setelah mencari tempat yang aman dan sejuk. Kita buka bekal. Acaranya adalah makan siang. Meski waktunya sudah tidak siang lagi. Berbagai jenis masakan dari daging-dagingan hasil pemberian dari ied kurban kita bawa. Ada yang sudah berbentuk rendang, oseng-oseng hati dan ada juga yang digoreng. Untuk menghangatkan dinginnya udara yang menghantam tubuh kita, kita pesan wedang ronde. wuah mantap segerrrrrrrrrrrr.


Ba'da Ashar kita buru-buru pulang. Sebab ust. Fairus diminta gantikan ust Hidayatullah menjadi imam salat Magrib. Dalam peraturan ma'had, seorang ustadz yang belum berkeluarga belum diperbolehkan menjadi Imam. Kondisi yang berbeda terjadi di pondok Gontor Putri 4 di Kendari dulu. Saya sering mengimami salat jama'ahnya putri-putri meski saya sendiri belum nikah. Hal disebabkan jumlah ustadznya minim.


Malam harinya kami pergi ke Sragen untuk belanja di swalayan Luwes. Aku dibelikan kaos lengan panjang. Setelah kucoba ketat banget. Tapi enak kok kalau sudah nempel di badan.


Selasa, 25/12/07


Meryy Christmas, Selamat natal. Semua sekolah negeri libur karena tanggal merah. Di Gontor Putri kegiatan belajar mengajar tetap berjalan. Para umat kristiani saya lihat semalam di Sragen sudah mempersiapkan beberapa acara dalam merayakan hari besarnya. Meski demikian, semua pihak hendaknya saling mendukung demi menjaga keamanan dan ketentraman bersama. Hal-hal yang provokatif dan melecehkan terhadap pihak lain supaya dihindari. Sebab, isu-isu agama atau keyakinan di Indoenesia telah menjadi pemicu kuat untuk terciptanya konflik dan kerusuhan.


Semalam ada berita "lelayu". Bu Ali Saifullah, istri dari alm Bapak Ali Saifullah, Anggota Badan Wakaf dan Putra pertama dari KH. Achmad Sahal, meninggal dunia di Bandung. Jenazah akan dibawa ke Gontor untuk peristirahatan terakhir. Pemakamannya akan dilaksanakan esok pagi pukul 09.00 di pemakaman keluarga.


Oleh karena itu, kita pagi-pagi sudah bersiap berangkat Ke Gontor di Ponorogo. Jarak dari Mantingan - Gontor kurang lebih 100 KM lewat jalan Ngawi - Madiun baru ke arah Ponorogo. Jika lalu lintas normal, bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam.


Sambil menunggu anak-anak dimandiin, saya sempat berbincang dengan bapak Zainuri. Beliau adalah salah satu alumni Gontor yang tinggal di Saudi. Sudah lama beliau menjadi staf KBRI di sana. Asal daerahnya Lampung. Kedatangannya di Mantingan dalam rangka menjenguk putranya yang sedang mengabdi di PLMPM tidak seberapa jauh dari kampus Gontor Putri. Dalam obrolannya, saya dapat kalau beliau memang lugas dan tegas dalam melihat masalah. Terakhir saya diberi kartu nama agar dapat kontak dengannya kemudian.


Berangkat dari Mantingan pukul 07.30 WIB dalam keadaan belum sarapan. Ust. Fairus bilang sarapannya di jalan saja. Namun di tengah jalan, dari berbagai tempat favorit langganannya, tidak satupun yang buka. Maklum, hari libur. Anak-anak pun protes sudah lapar. Baru di perbatasan masuk Ponorogo kita berhenti untuk makan soto dan rawon.


Tiba di kampus ISID Siman sudah pukul 10.00 WIB. Dalam perjalanan kita sudah mendengar kalau "mayyitah" sudah dikubur seusai salat subuh langsung. Sedangkan di hari yang sama, datang lagi kabar "lelayu". Ibu Hajid meninggal dunia. Beliau adalah salah satu putri dari pak Lurah Gontor, kakak pertama dari Trimurti pendiri pondok. Kediamannya tepat di tengah-tengah pondok. Suaminya, alm. bapak Hajid, adalah mantan ketua Yayasan masa KH. Imam Zarkasyi memimpin pondok.


Setelah menurunkan barang-barang dan bebersih. Kita yang hanya berempat, tanpa anak-anak, berangkat ke Gontor untuk ta'ziyah. Kurang lebih 10 menit setelah tiba kita ikut giliran menyolati untuk yang terakhir sebelum dimakamkan. Karena keluarga dari Surabaya sudah datang. KH. Hasan Abdullah menjadi imam sekaligus mewakili dari pihak keluarga untuk menyampaikan terimakasih atas ta'ziyahnya dan mohon doanya serta jika ada hak-hak yang harus diselesaikan harap berhubungan dgn keluarga yang ditinggal. Saya pun ikut mengantar bersama rombongan ke pemakaman.


Malam harinya kita diminta menginap di kediaman Ust. Syukri oleh Ibu. Sebetulnya siang itu sudah ditunggu untuk makan siang. Tapi kita buru-buru kembali pulang ke Siman karena anak-anak sudah lama ditinggal. Baru malamnya saya, mbak Enen dan Malaya menginap di Gontor.


Rabu, 26/12/07


Siang harinya kita kembali ke kampus ISID untuk menjemput kembali mbak Uke dan anak-anak. Rencana hari ini akan ke tempat Ust. Syukri, Ust. Hasan dan Ust. Amal. Sedangkan cuaca saat itu sejak pagi sudah turun hujan. Mataharipun enggan menampakkan dirinya.


Tiba di ISID Siman kita langsung disuruh makan siang. Sambil menunggu cuaca yang tak kunjung membaik. Baru sore hari kita bisa ke Gontor. Ternyata sudah ditunggu untuk makan malam. Sampai ba'da isya' juga tidak reda-reda hujannya malah tambah deras. Rencana dua rumah lagi pun gagal dikunjungi. Pulang dari rumah Ust. Syukri jam sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Hujan pun terus menerus turun.


Sebelum belok ke kampus mbak Uke minta ke Ponorogo untuk beli obat. Kita harus cari apotek yang buka malam. Sedangkan hujan bukan main derasnya. Alhamdulillah ada apotek rumah sakit yang masih buka. Mbak uke cari obat sembelit. Sedangkan mbak Enen mau cari sikat gigi dan mampir sebentar di ATM BCA.


Pukul 23.30 baru sampai ke kampus ISID. Saya pun langsung terlelap tidur di sofa denganmasih pakai sarung. Hujan yang tak kunjung henti pun terus mengguyur bumi. Dalam keheningan malam saya pun terhenyak dibangunkan dengan suara yang cemas dan risau. "Mas mas mobilnya tolonginn kena banjir di luar, gimana ya". Saya pun kaget dan langsung lari keluar. MasyaAllah, mobil setengah bodinya sudah digenangi air. Kanan kirinya juga sudah air semua. Hujan pun masih turun deras.


Saya pun langsung ganti celana panjang. Sedangkan ust Fairus juga bingung gimana caranya menyelematkan mobil ya. Bismillah, mumpung belum masuk ke mobil airnya harus segera diselematkan. Waktu itu pukul 02.30 dini hari. Mobil Innova di samping rumah juga sudah dievakuasi. Wah kenapa kita tidak dibangunkan ya atau mungkin mereka juga baru mengevakuasi mobilnya. Bisa nggak distarter ya? setelah saya coba alhamdulillah bisa. Dengan gas yang stabil saya lalu memundurkan mobil. Pelan-pelan. Ban mobil depan juga sempat mengoser karena masuk ke lumpur. Alhamdulillah selamat akhirnya.


Pagi harinya kita mendengar kalau di Gontor juga kedatangan banjir. Banjir kali ini adalah banjir yang terbesar daripada sebelum-sebelumnya. Di depan BPPM saja air sampai dada orang dewasa. Musibah banjir ini tak hanya disambut kesedihan. Santri-santri baru banyak yang menceburkan diri main air. Banyak juga santri-santri yang menyimpan sembunyi-sembunyi kamera mengeluarkan untuk dapat mengabadikan momen tersebut. Wah semoga tidak hanya kebanjiran air saja, tapi pondok juga kebanjiran santri dan rejeki. amin.


Kamis , 27/12/07


Nyaris dari pagi sampai siang kita tidak bisa kemana-mana. Saya hanya dapat bermain scrabble dengan mbak Enen untuk menunggu air surut. Untuk sarapan pagi pun kita diantar oleh pembantu, mana air minum juga habis. Persis seperti pengungsi banjir. hee...hee.
Aku pun menyelidiki kenapa air tidak surut-surut. Ternyata saluran pembuangannya tertutup dengan sampah dan pot yang menyumpal penuh. Setelah aku angkat air pun mengalir dengan deras. Tapi untuk menguras dan membuang air yang memenuhi lapangan kampus kurang lebih 3 jam baru surut.


Ba'da dhuhur air sudah surut. Kita bersiap-siap pergi ke kota, mbak Uke minta diantar belanja. Anak-anaknya kehabisan baju dan mau mencuci cetak foto digital. Sedangkan Ust. Fairus saat itu harus ke Mantingan untuk mengajar. Ia ikut rombongan dosen yang mengajar ke Mantingan. Baru besok kembali ke Gontor. Rencana hari itu ke tempat bu Amal, mau meminta bubuk temulawak buatan bu amal sendiri. Sedangkan Roshan bersama pembantu ditinggal di tempat eyangnya Ust. Subakir.


Malamnya dalam suasana di mana-mana banjir. Kita mendapat kabar kalau Sapariyah, pembantu, mendapat panggilan ke Malaysia. Dari kantor penyalurnya mengharuskan besok ia harus tiba di Jakarta untuk mengurusi beberapa persyaratan sebelum berangkat.
Malam hari itu juga kita pulang ke Mantingan. Perjalanan yang biasa ditempuh 1,5 jam harus kita tempuh 3 jam. Beberapa jalan putus karena banjir. Di kota Ngawi mobil-mobil tidak bisa berlalu. Jalur tersebut putus. Maka harus cari jalan lain. Saya mengambil jalan dalam melalui Maospati, Kendal, Ngrambe dan keluar Walikukun. Saat itu pukul 23.30 malam kita sampai di Madiun.


Keluar dari Gendingan tak satupun mobil yang melintasi jalan raya. Ternyata jalan Sragen Mantingan juga putus. Ada tiga titik yang dalamnya setinggi dada orang dewasa. Mobil pun tidak ada yang berani lewat. Alhamdulillah pukul 02.30 kita sampai pondok. Meski hujan terus menerus mengiringi perjalanan kita.

Jum'at, 28/12/07


Belum sempat nyenyak tidur, Saya sudah dibangunkan oleh Ust. Fairus. Pukul 04.30 saya dibangunkan. Kita akan mengantar Sapariyah ke stasiun Solo. Rutenya pun memutar melalui sine ngrambe lalu tembus Sragen. Kita melalui lereng gunung Lawu. Banyak jalan menanjak dan turun tajam dengan bukit-bukit yang mengitari gunung Lawu. Kurang lebih 1 jam-an kita berputar lewat jalan memutar tersebut baru ketemu jalan raya Sragen.


Lalu lintas Sragen - Solo pagi itu cukup padat. Antrian mobil-mobil cukup panjang. Selidik punya selidik ada truck tabrakan dengan truk. Salah satu truck yang bermuatan bahan aspal curah tumpah ke jalan. Jadi cukup membuat lalu lintas macet. Ust. Fairus pun khawatir jika sapar ketinggalan kereta. Jika ketinggalan kereta jam 8. kita harus menunggu kereta yang berangkat pukul 12.00 siang. Kasihan juga.


Alhamdulillah pukul 07.50 kita tiba di stasiun. Ust. Fairus langsung lari ke loket untuk beli tiket. Alhamdulillah dapat. Sapar pun saya ajak untuk siap-siap. Baru saja masuk pintu gate-nya kereta yang akan ditumpangi sudah masuk. Syukur sekali.


Kita pun langsung pulang. Beli sarapan di Sragen dan pulang kembali melewati jalan yang kita berangkat tadi pagi. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Seakan-akan kita sejajar dengan awan. Apa yang kita lihat pagi itu. Kita sedang berada di daerah tinggi sekali, di atas bukit. Pemandangan menakjubkan tersebut sempat saya ambil. Sawah-sawah dengan teraseringnya yang rapi pun tak luput dari bidikan kamera saya. Udaranya pun sangat fressh sekali. Subhaana ma kholaqta hadza baatilan, subhanakallah fa qinaa 'adzaban nnar.


bersambung.....


No comments: