Wednesday, January 2

Ke Mantingan Gontor

Ugghh...lelah benar badan ini. Seharian di perjalanan dari Jakarta ke Mantingan. Sejak berangkat pukul 15.00 sudah diiringi dengan hujan deras. Sepanjang perjalanan hujan tak henti-hentinya turun. Laksana menyirami bumi di sepanjang jalan yang kami lalui. Saya jalankan mobil dengan ekstra hati-hati dan waspada. Curah hujan yang lebat seperti memberi sekat pada pandangan mata ke depan.

Rombongan terdiri dari mbak enen dan malaya, mbak uke dan anak-anaknya, seorang pembantu dan saya sendiri. Saya dapat gantian dengan mbak enen mengemudikan mobil. Pertama-tama saya yang pegang kemudi hingga kita makan malam di daerah sebelum Cilimus. Tapi kenapa kok makannya di Cilimus ya? itu kan di Kuningan?

He...hee....cerita punya cerita, ternyata ada yang pingin kesana neh. Mbak kepengin melihat rumah mantannya di sana. Penasaran jadinya. Selama ini yang menyakiti dia Tapi ya cuma sekedar untuk melihat bagaimana macam rumahnya dan kondisinya. Untuk melegakan hati saja. Kita hanya lewat depan rumah balik arah lalu kembali melanjutkan perjalanan. Turun dari Kuningan waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB.
Kita makan malam di Pondok Sate Bi Inah. Saat itu waktu menandakan tepat pukul 21.00. Ramainya warung sate tersebut sudah menunjukkan reputasinya. Membuat kita smakin pede untuk lapar. Namun setelah makan sate kambing yang dihidangkannya, rasanya tidak terlalu istimewa bagiku. Biasa-biasa aja lagi. Jika dibanding di kampungku, rasanya kalah jauh. Menurut mbak enen dan mbak Uke keesokan harinya, sate semalam terlalu banyak gajih-nya jadi bikin neeg. Tapi dulu, ketika masih asyik-asyik main ke Kuningan, satenya tidak seperti itu.

Perjalanan dari Jakarta - Kuningan kami tempuh dalam waktu 6 jam, dengan situasi dan kondisi sedemikian rupa. Normalnya sih bisa ditempuh hanya dalam waktu 4 jam-an, menurut mbak enen. Kira-kira pukul 22.00 perjalanan kami lanjutkan kembali. Rencana untuk salat qasar ditunda sampai di Tegal nanti. Soalnya di tempat warung Sate tempatnya jorok. Kamar mandi bau. Apalagi WC-nya. Lebih baik mampir di SPBU Muri di Tegal yang punya 67 kloset terbersih. Kita tiba di sana jam sudah mendekati pukul 12 malam. Saya ingin keramas dan gosok gigi. Sekalian kita ganti minuman kopi di termos yang sudah habis. Woow buanyak banget yang mampir.
SPBU dengan berbagai macam fasilitas. Begitulah. Model-model "one stop shopping" lagi banyak menjamur. SPBU bukan lagi sebagai tempat pengisian bahan bakar kendaraan saja. Orang-orang bisa istirahat melepas lelah dengan menikmati segala fasilitas yang tersedia. Mulai dari supermarket, kafe, kamar mandi, bahkan tersedia pula outlet untuk pijat refleksi dan kebugaran. Masyarakat juga sangat antusias dengan pelayanan yang komplet tersebut.

Giliran dari Kuningan mbak enen pegang kemudi. Saya disuruh istirahat atau tidur. Tapi ya mata ini susah dipejamkan meski ngantuk. Setelah keramas dan ngisi kopi kita kembali lanjut. Kali ini masih mbak enen yang nyetir. Dengan syarat sebelum masuk semarang nanti saya yang ganti. Ada yang mau beli kue "moci". Saya sendiri belum tahu apa ada toko kue di Semarang yang buka 24 jam.

Masuk kota Semarang sudah pukul 02.30 pagi. Saya sempat salah jalan karena ambil tol. Sedangkan yang akan saya tuju adalah Jl. Pandanaran pusat oleh-oleh di Semarang. Keadaan masih sepi. Jadi saya beranikan untuk berputar sebelum kebablasan masuk tol. Untung tidak ada polisi. Setelah lewat tugu muda dan menuju arah simpang lima. Saya sempat salah arah lagi. Sesampainya di Jl Pandanaran terlihat sepi tidak ada siapa-siapa. Hanya seorang ibu pake seragam petugas kebersihan lagi menyapu di tepi jalan. Saya berusaha bertanya padanya. Menurutnya, di sini toko-toko biasanya buka pukul 7 pagi. ahhh saya kurang yakin itu. Barangkali karena hari itu adalah hari libur. Jadi ya banyak pada tutup. Yah gagal deh yang sudah ngimpi moci.

Kemudian saya mencari jalan ke arah Jogya/Solo. Mau langsung ke Mantingan. Kita sempat berhenti di Boyolali untuk salat Subuh. Semburat cahaya sudah menebar ke seluruh penjuru daerah lereng-lereng gunung Merbabu - Merapi. Matahari masih malu-malu menampakkan cahayanya. Jam menunjukkan pukul 05.15 pagi. Seperempat jam sebelum pukul 06.00 kita berangkat. Rencana di Solo kita bisa cari oleh-oleh dan sarapan.
Boyolali, Sukaharjo, Kartasura lalu Surakarta. Lalu lintas belum nampak ramai. Pusat-pusat pertokoan juga belum ada aktivitas. Di sudut-sudut persimpangan jalan banyak orang berkerumun. Nampaknya mereka sedang menikmati sarapan paginya. Aneka jenis dan model sarapan dijajakan. Dari mulai bubur ayam, lontong sayur, nasi pecel, rames, soto dan lain-lain. Beberapa pelajar dengan seragam sekolahnya juga sudah pada berdiri di tepi jalan.

Matahari Singosaren. Di situ biasanya saya sering mampir kalau ke Solo. Kali ini saya mau ajak rombongan beli aneka abon dan aneka jajanan tradisional. Setelah ibu baru sarapan. Tapi kecewa sekali setelah melihat mayoritas masih tutup. Saat itu memang pukul 07.00 aja belum ada. Setelah berputar ke arah jalan utama Slamet Riyadi. Belum juga satupun restoran yang sudah buka. Ya Sudahlah di jalan menuju Sragen barangkali kita ketemu. Kalau oleh-oleh bisa dicari di Sragen saja.

Jalan raya Solo - Sragen sudah padat betul. Aneka jenis kendaraan sudah memenuhi sampai bahu jalan. Saya harus ekstra hati-hati. Beberapa kali mbak enen menegur saya untuk pelan-pelan saja. Akhirnya, kurang lebih pukul 08.00 kita sudah sampai di Kota Sragen. Singgah di toko roti Monica untuk beli oleh-oleh. Baru kemudian sarapan soto di Soto Girin Sragen. Mobil-mobil luar kota nampak berjejer di pinggiran penjual sarapan pagi ini. Sebagai bukti bahwa soto ini bisa diandalkan untuk menu sarapan pilihan neh. Kenyang bok.
Alhamdulillah pukul 09.00 kita sudah sampai di Gontor Putri Mantingan. Langsung menuju rumah guru ust. Fairuz, suaminya mbak Uke. Setelah salaman dan nurunkan barang-barang saya langsung pasang kuda-kuda. hee..hee. mau tidur bo.

Mantingan, 21 Desember 2007
Malam ba'da isya

No comments: