Wednesday, December 19

Kendari, sebuah kenangan (1)




Satu persatu dari kiri, Ita Rahmawati (Jombang), Wulan atau ciwoel (Depok), Ida Rachmawati (Jombang), Dewi (Riau), Fatimah (Gontor), Nur Chotimah (Kediri), Kiki Ruqiah (Bogor), Inuk (Jakarta). Kecuali Fatimah binti KH. A. Syukri Zarkasyi, merekalah para ustadzah di Gontor Putri 4 periode pertama. Foto ini diambil sewaktu mengantar rombongan Gontor untuk acara peresmian pondok meskipun pembangunannya baru 65 % saat itu. Pimpinan Pondok Gontor, KH. A. Syukri Z., ingin supaya pondok diresmikan terlebih dahulu untuk syiar dan dakwah.
Para ustadzah tersebut datang bersama kita terlebih dahulu. Rombongan kami tiba di Kendari 5 hari sebelum rombongan Pimpinan Pondok datang. Sebuah perjalanan panjang yang pernah saya alami. Meski naik pesawat terasa perjalanan sangat panjang. Rencananya kita tiba pukul 21.00 malam, namun baru 01.00 baru tiba. Kurang lebih 5 jam kami menunggu pesawat di Makasar yang datang Jakarta.
Setibanya di Kendari kita sudah dijemput oleh para asatidz dari Gontor 7 Pudahoa. Rasa lelahpun belum sampai hilang kita sudah disambut oleh para penduduk di pondok dengan jamuan makan. Jam menunjukkan pukul 01.30 dinihari. Acara baru selesai pukul 03.00 pagi. Bayangkan. Habis itu tidak juga kunjung istirahat. Kita para asatidz bersama para alumni musyawarah untuk persiapan acara peresmian yang akan diadakan dua hari lagi dilanjut salat subuh berjama’ah. Kita baru bisa tidur jam 04.45 WITA. Pada pukul 05.30 saya dibangunkan oleh Ust. Heru, Wakil pengasuh di Gontor 7 Pudahoa.
Bersama beliau saya diajak ke pondok di Pudahoa. Ini kali pertama saya berkunjung ke pondok tersebut. kurang lebih 350 santri tinggal di pondok. Usianya baru jalan 3 tahun. Saya pun mempersiapkan apa apa yang dibutuhkan untuk acara dua hari ke depan. Dari membuat undangan, soundsystem, panggung, lampu dan lain-lain untuk kebutuhan pada waktu acara nanti. Semua dibantu urusannya oleh Gontor 7. Secara otomatis saya diberi tugas sebagai sekretaris. Sekretaris lagi, sekretaris lagi..hee….hee..nggak di Gontor, di Sulawesi juga dapat job yang sama.
Wow belum tentu. Ternyata tugas di Sulawesi tidak sebatas ketik mengetik saja. Tugas mendirikan pondok tidaklah semudah yang dibayangkan. Bagaimana para mujahid yang mendirikan pondok dari nol ya. Kita saja yang sudah disediakan tempat dan bangunan yang nyaris selesai begitu banyak persoalan yang harus diurus. Dari urusan air, urusan penghijauan, urusan listrik, urusan fasilitas, urusan jemuran, urusan parit, urusan dapur, urusan koperasi/kantin, urusan pembinaan masyarakat, dan lain-lain masih banyak lagi. Saya bersama Taten (Tasikmalaya) dan Subhan “Ahong” (Jambi) harus bisa bahu membahu untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut, sebab kita adalah guru laki-lakinya.
Acara peresmian berjalan dengan khidmat. Pimpinan Pondok juga puas. Beliau membagi-bagikan hadiah buat para penduduk sekitar yang ikut mendukung dan membantu pembangunan pondok. Hadiah berupa sarung dan uang jumlahnya saya kurang tahu. Meski semalaman hujan deras sampai pagi masih gerimis, namun tidak mengurangi kekhidmatan acara. Selesai acara kita seluruh guru berkunjung ke Gontor 7 di Pudahoa bersama rombongan Gontor. Kita sama-sama mendengar nasehat dan wejangan Pimpinan Pondok. Beliau memberi semangat pada kami untuk berjuang di Kendari.
Esok harinya kita mengantar rombongan Gontor ke Bandara untuk kembali pulang ke Jawa. Sebelum masuk boarding kita berfoto bersama rombongan dan Pimpinan Pondok. Para ustadzaat juga menyempatkan berpose bersama Fatimah, putri Kiai Gontor. Sebelum keluar pintu bandara, Bu Syukri, membisikiku “ssst jangan..jangan nanti dapat jodoh loh disini”. “Hee…hee…nggak bu”, jawabku.
Cukup lama saya memang bertugas sebagai sekretaris pimpinan di Gontor. Interaksi dengan keluarga pimpinan dari keluarga Ust. Syukri, Ust. Hasan, dan alm. Ust. Badri juga cukup intens. Tidak hanya urusan pondok, urusan keluarga juga kita harus siap bantu. Sehingga kadang-kadang juga madamat ikut menasehati dan memberi arahan. Terkadang juga malah ngojok-ngojoki untuk urusan jodoh. Aaaah bisa aja deh.
Sebenarnya, di tahun tersebut saya mendapat tugas mengajar di Gontor Putri 1 Mantingan. Namun selama setengah tahun saya masih tertahan di Gontor Pusat untuk membantu tugas pimpinan, khususnya masalah pendataan dan menghadapi sidang badan wakaf. Setelah sidang badan wakaf yang sempat tertunda sampai pertengahan tahun, saya kembali mohon izin untuk ke Mantingan namun malah dapat tugas ke Kendari untuk berangkat bersama rombongan Ust. Husni Kamil.
Pesan beliau saat itu, sebenarnya memberi saya kebebasan memilih. Entah mau tetap mengabdi di Kendari atau kembali lagi ke Mantingan, terserah saya. Setelah melihat keadaan di Gontor Putri Kendari yang baru dibangun. Rasanya tidak tega meninggalkannya. Masak kalah semangat sama para ustadzaat yang berani dan mau berjuang di tempat terpencil seperti itu. Mari, saya juga siap berjuang dan jihad di pondok. Allahu Akbar.........good bye Mantingan.
Pancoran Mas, 18/12/2007
Sebelum sarapan 07.d00 – 07.30 WIB

No comments: